"Salah satu penyebab masih munculnya korupsi di BUMN karena tidak berjalannya sistem pengawasan atau pengendalian internal di BUMN itu sendiri. Padahal keberadaan pengendalian internal ini penting agar pimpinan BUMN tidak membuat kebijakan atau keputusan yang melanggar hukum maupun mengarah pada tindakan korupsi," ujar Emerson kepada detikcom, Sabtu (4/10/2019).
Menurut Emerson tidak berjalannya fungsi pengawasan internal juga akibat banyaknya posisi pengawas di BUMN khususnya komisaris yang rangkap jabatan instansi lain atau tidak berasal dari kalangan profesional. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pemilihan komisaris BUMN saat ini masih diwarnai kepentingan politik dan seringkali mengabaikan kompetensi terkait bidang usaha dari BUMN yang akan ditempati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan ditempati oleh direksi yang bermasalah secara integritas maka inisiatif program antikorupsi, bahkan pakta integritas yang ditandatangani oleh BUMN seringkali menjadi sia-sia atau hanya sekedar seremonial belaka," tutur mantan pegiat ICW itu.
Respons Menteri BUMN
Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan banyaknya bos-bos perusahaan pelat merah terciduk KPK lebih karena urusan pribadi bukan perusahaan.
"Kita bicara itu perorangan, kita selalu menjunjung tinggi proses hukum, tapi harap dilihat adalah itu urusan perorangan," kata Rini di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (3/10/2019).
Rini mengaku telah banyak membuat peraturan yang membuat ruang gerak korupsi di perusahaan pelat merah tidak ada. Mulai dari keputusan menteri (Kepmen) hingga bekerja sama dengan KPK.
"Dari awal kita di BUMN, saya mengeluarkan Keputusan Menteri bagaimana kita harus bekerja dengan transparan dengan benar, itu semua kita lakukan," jelasnya.
(hek/hns)