Dari sisi jumlah, utang BUMN memang masih lebih kecil dibandingkan swasta, yaitu hanya 25,89%. Namun pertumbuhannya sangat tinggi.
Seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (15/10/2019), pada Agustus lalu ULN BUMN tumbuh nyaris 40% year-on-year (YoY). Jauh melampaui pertumbuhan ULN swasta secara umum yaitu 9,3%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fitch mencatat leverage Wijaya Karya pada semester I-2019 adalah 5,6 kali, naik dibandingkan periode yang sama pada 2018 yaitu 4 kali. Sementara leverage Waskita Karya dalam waktu yang sama naik jadi 8,8 kali dari 7,2 kali.
Kemudian lembaga pemeringkat lainnya, yaitu Moody's, menyebutkan bahwa BUMN di sejumlah negara termasuk Indonesia menunjukkan utang yang sudah mengkhawatirkan. Beberapa indikator yang digunakan oleh Moody's untuk melihat adanya risiko tersebut antara lain rasio utang terhadap modal (Debt to Equity Ratio/DER), kemampuan bayar utang (Interest Coverage Ratio/ICR), rasio balik modal (Return on Equity/ROE), serta persentase utang terhadap ukuran ekonomi BUMN.
Moody's menyoroti beberapa BUMN yaitu Waskita Karya, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), dan PT Indofarma Tbk (INAF).
Pertumbuhan utang BUMN karya menduduki posisi teratas, di mana total utang Waskita Karya yang pada 2014 adalah Rp Rp 9,7 triliun, pada akhir Juni 2019 melesat hingga Rp 103,7 triliun atau naik 970% dalam 6 tahun. Sebagai perbandingan, Indofarma membukukan kenaikan utang 41,3%.
Berita ini bisa dilihat juga di CNBC Indonesia melalui tautan berikut ini: Utang Luar Negeri BUMN Naik 40% Setahun, Sudah Kebablasan?
(ang/ang)