Pembangunan Jalan Nasional Kaltim Dikorupsi, Proyek yang Mana?

Pembangunan Jalan Nasional Kaltim Dikorupsi, Proyek yang Mana?

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Rabu, 16 Okt 2019 12:58 WIB
Foto: Herdi Alif Al Hikam/detikFinance
Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kembali tersangkut kasus korupsi. Kali ini Kepala Balai Pembangunan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah XII Kalimantan Timur ditangkap KPK.

KPK menduga ada suap mengalir ke pembangunan jalan nasional di Kalimantan Timur yang nilai proyeknya Rp 155 miliar. Kementerian PUPR sendiri masih enggan memberi tahu di proyek mana kasus korupsi ini terjadi.

"Kita belum tahu, sudah ada dugaan memang tapi nanti resminya dari konfirmasi KPK. Yang pasti itu adalah proyek jalan kontrak tahun jamak, lokasi di Kaltim, sesuai keterangan terakhir bu Basaria (KPK)," kata Irjen Kementerian PUPR Widiarto di kantornya, Rabu (16/10/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita sudah ada dugaan, karena tadi malam juga disampaikan kontraknya sekitar Rp 155 miliar, tapi sekali lagi menunggu rilis resmi KPK," tambahnya.


Menurut Widiarto di Kaltim sendiri ada beberapa proyek yang berjalan mulai dari jalan nasional hingga jembatan.

"Di Kaltim ada beberapa paket. Ada beberapa paket preservasi jalan dan jembatan," kata Widiarto.

Sebelumnya, KPK sudah mengamankan 3 orang soal kasus korupsi jalan nasional di Kaltim, Kepala BPJN Refly Ruddy Tangkere ditangkap di Jakarta dan kedua stafnya terpisah di Samarinda dan Bontang.

Santer dikabarkan kasus korupsi ini terjadi di paket proyek jalan Samarinda-Bontang. Nilai suapnya sendiri ditaksir Rp 155 miliar.

Proyek tetap jalan

Lantas dengan tersandung kasus korupsi apakah proyek jalan tetap berlanjut? Widiarto menegaskan proyek jalan tetap berlanjut.
"Proyek pasti tetap berlanjut. Karena dalam rangka menjaga layanan kepada masyarakat," terangnya.
Untuk itu dalam rangka menjaga kelanjutan pekerjaan proyek, Widiarto menegaskan akan ada penggantian pejabat di BPJN Kaltim. Penggantian itu dilakukan usai KPK umumkan penetapan status.
"Kita antisipasi berbagai kemungkinan termasuk membebas tugaskan pejabat terkait dan menyiapkan pejabat pengganti. Kalau memang sudah ada penetapan status, dalam rangka menjaga kelanjutan pekerjaan bisa jadi ada pergantian," kata Widiarto.



(ang/ang)

Hide Ads