Dalam perbincangannya, JK menyinggung soal kondisi ekonomi dunia dengan menganalogikannya dengan model celana.
"Kalau rentetan daripada sistem ekonomi, sistem ekonomi itu kayak celana saja, bagian bawahnya itu. Garis ini lebar bawahnya, kemudian kecil setelah 10-20 tahun, kemudian lebar, kemudian kembali lagi kecil," kata JK di Dialog Ekonom Indef dan Paramadina Public Policy Industry (PPPI) di Hotel The Westin, Jakarta, Kamis (17/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut JK, untuk menilai kondisi perekonomian Indonesia harus menilai secara keseluruhan. Mulai dari kondisi ekonomi global, efeknya kepada Indonesia, dan hasil akhirnya.
"Kalau kita berbicara tentang ekonomi Indonesia tentu tidak lengkap kalau kita tidak berbicara ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Kita juga harus melihat apa korelasi sistem ekonomi di dunia kepada Indonesia," tutur JK.
Menurutnya, sistem ekonomi dunia saat ini mengalami perubahan besar-besaran. Pasalnya, perusahaan raksasa di dunia tak lagi perusahaan yang berkecimpung dalam sektor energi atau keuangan seperti Saudi Aramco, Exxon, atau pun Citibank.
"Dan apa efeknya kepada kita maka tentu akan menjadi suatu perubahan di dunia. Teknologi, climate change berubah semuanya. Dulu bisnis atau perusahaan itu energi, Exxon, Aramco dan sebagainya, atau perbankan seperti Citibank segala macam. Itulah multi nasional company yang hebat," jelas dia.
Ia mengatakan, saat ini perusahaan-perusahaan raksasa dunia justru yang berkecimpung dalam ekonomi digital seperti Facebook, Apple, Microsoft, Amazon, dan sebagainya.
"Sekarang pengusaha yang paling besar dan yang paling kaya Microsoft, Apple, Amazon, Facebook. Artinya, energi dikalahkan oleh digital economy. Jadi perkembangan-perkembangan itu yang terjadi di dunia yang kemudian merubah gaya ekonomi dunia dan efeknya kepada kita," papar JK.
JK juga menyinggung soal konflik di berbagai belahan dunia baik Brexit, perang Dagang AS-China, konflik Korea dan Jepang, dan sebagainya.
Menurutnya, Indonesia yang merupakan negara di Asia Tenggara punya pilihan untuk mengambil keuntungan dalam berbagai konflik tersebut atau justru ikut mengalami kerugian.
"Asia Tenggara mempunyai dua kemungkinan, bisa mencari keuntungan dari trade war atau mengalami kerugian dari trade war," ujarnya.
(ara/ara)