"Pertama kali Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman ditugaskan Pak Jokowi untuk swasembada pangan, untuk menyetop impor kebutuhan pangan pokok. Tapi itu nggak terjadi," kata Rusli kepada detikcom, Jumat (18/10/2019).
Ia menuturkan, Kementan sering kali diberitakan memiliki perbedaan pendapat dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengenai impor beras atau tidak. Namun, pada akhirnya Indonesia tetap mengimpor beras.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rusli mengatakan, pada tahun 2018 Indonesia impor beras sebanyak 2,25 juta ton. Padahal, di bulan Oktober tahun yang sama, Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan data bahwa Indonesia surplus stok beras sebanyak 2,8 juta ton. Sehingga, stok beras berlebih.
"BPS tahun 2018 kemarin mengeluarkan data beras. Surplus 2,8 juta ton. Tapi itu baru diketahui Oktober 2018 dengan data yang valid, padahal sudah impor. Harusnya impor nggak terjadi selama ada data. Harusnya pemerintah impor berdasarkan data yang valid. Tapi kebijakan impor itu tidak dilihat dengan data yang valid," terang Rusli.
Ia juga membeberkan soal impor bahan pangan masih menjadi 'andalan' di masa jabatan Amran. Pasalnya, Indonesia masih harus mengimpor daging kerbau India dan juga bawang putih untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Tidak semua janji untuk mengimpor bahan pangan terpenuhi. Daging kerbau India kita impor supaya daging cukup. Lalu bawang putih katanya mau swasembada tahun 2021. Tapi nyatanya hingga 2019 impor kita masih 80% dari kebutuhan dalam negeri. Kalau 2019 masih impor, saya kira untuk swasembada di tahun 2021 itu sulit. Intinya, janji setop impor pangan tidak terpenuhi," papar dia.
Lalu Rusli menuturkan, usaha Kementan untuk melakukan regenerasi petani tak terlihat hasilnya. Hingga saat ini, generasi millenial masih memilih untuk menjadi driver ojol ketimbang petani. Pasalnya, pendapatan petani tak menjanjikan.
"Belum bisa menggaet petani milenial. Sekarang banyakan petani kita umur 45 tahun ke atas. Harusnya segera diganti dengan petani-petani muda. Tapi masalahnya anak muda nggak mau ke sawah karena pendapatannya paling 3 bulan sekali kalau panen. Tapi kalau jadi driver ojol kan setiap hari dapat. Seharusnya digaet pemerintah tapi kurang. Program regenerasi SDM petani itu kan ada Kementan, tapi nggak terlalu wah, kurang efektif," ucapnya.
Meski begitu, Rusli mengatakan, selama Amran menjabat ia berhasil menyelesaikan masalah bantuan pupuk.
"Bantuan pupuk kalau tahun sebelumnya lebih better sekarang. Itu nilai positifnya," tuturnya.
Tak lupa juga bantuan alat mesin pertanian (Alsintan) seperti traktor berteknologi canggih untuk petani-petani. Sayangnya, kata Rusli, teknologi yang canggih tersebut tak sesuai dengan kemampuan para petani. Sehingga, penggunaannya tak efektif.
"Di bidang pertanian itu ada pembangunan bantuan alsintan, itu kan bagus, tapi ada minusnya. Teknologinya terlalu modern bagi petani di desa. Sosialisasinya kurang. Analoginya yang harusnya dikasih bantuan mini bus, dikasihnya bus yang tingkat. Jadi banyak di pedesaan mesin-mesin yang nganggur karena solarnya mahal dibandingkan traktor biasa," sebutnya.
(eds/eds)