"Ini buat kami paradoks karena angka jumlah industri sektor formal hampir 16 ribu. Jadi ada sesuatu yang salah," kata Nizar saat berbincang dengan detikcom di Serang, Banten, Selasa (5/11/2019).
Padahal 2 minggu lalu Komisi V sudah melakukan rapat dengar pendapat dengan Disnaker (Dinas Ketenagakerjaan) Banten. DPRD mendapat laporan ada penurunan angka pengangguran dan Banten ada di urutan ke-5.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas persoalan ini, pihaknya akan memanggil Disnaker beserta UPT Disnaker di daerah. Karena, ada tugas UPT yang mengawasi di masing-masing industri.
Pemanggilan lanjutnya sekaligus meminta penjelasan apakah pekerja yang ada di industri Banten tidak dapat menyerap pemuda daerah. Termasuk apakah terjadi percaloan di industri yang selama ini sering didengar oleh publik.
"UPT pengawasan jangan-jangan hanya soal administrasi saja, kalau fungsi pengawasan di industri berjalan, saya kira calo tidak akan ada," tambahnya.
Terakhir, Nizar menjelaskan bahwa perlu ada koordinasi antara Disnaker dan Dinas Pendidikan khususnya untuk penempatan lulusan SMK. Apalagi, pengangguran di Banen paling banyak disumbang oleh lulusan SMK yang sistem pembelajarannya dan orientasinya adalah penempatan kerja.
"Ini paradoks juga, karena disayangkan lulusan SMK nggak bisa kerja,"pungkasnya.
Berdasarkan survei BPS dari 5,56 juta angkatan kerja di Banten, sebanyak 8,11% di antaranya adalah pengangguran. Jumlah tersebut setara 490,8 ribu orang atau tertinggi se-Indonesia.
Pengangguran di Banten juga didominasi oleh lulusan SMK dibandingkan jenjang pendidikan lain. Ada sekitar 13,03 persen pengangguran disumbangkan lulusan SMK.
(bri/hns)