Adapun keempat beleid tersebut adalah UU No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, UU No.13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, UU No.18 Tahun 2012 tentang Pangan, dan UU No.19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Syahrul menjelaskan, perubahan keempat UU itu diperlukan untuk mengikuti aturan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Sebab dari empat UU itu ada beberapa ketentuan yang dianggap tidak sesuai dengan aturan WTO.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikarenakan ketidaksesuaian dan belum direvisinya empat UU tadi, Syahrul menyebut Indonesia bisa dikenakan sanksi retaliasi oleh negara yang mengajukan sengketa DS (Dispute Settlement). Negara yang mengajukan ke Badan Penyelesaian Sengketa WTO itu adalah Amerika Serikat dan Selandia Baru.
Karenanya, perubahan empat UU ini menjadi salah satu fokus di tahun depan. Perubahan empat UU tersebut akan masuk dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2020-2024 mendatang.
"Perhitungan sementara nilai retaliasi yang diajukan oleh Amerika Serikat sebesar US$ 350 juta atau setara Rp 5 triliun, sementara Selandia Baru melakukan perhitungan sebesar NZD 1 miliar atau setara Rp 9 triliun yang akan dikenakan setiap tahun sampai dengan Indonesia dapat menyesuaikan tindakannya dengan ketentuan WTO," tuturnya.
(eds/eds)