Rapat dengan Mendes, Komisi V: Desa 'Hantu' itu Nggak Ada!

Rapat dengan Mendes, Komisi V: Desa 'Hantu' itu Nggak Ada!

Vadhia Lidyana - detikFinance
Selasa, 19 Nov 2019 13:37 WIB
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - Kabar desa hantu atau desa fiktif yang pertama dicetuskan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali dibahas dalam rapat kerja (raker) perdana antara Komisi V DPR RI dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).

Dalam raker tersebut, sejumlah anggota Komisi V DPR RI membantah desa fiktif. Pernyataan tersebut pertama disampaikan oleh Ketua Komisi V DPR RI Lasarus.

"Mengenai desa hantu ini datanya nggak benar. Saya nggak menemukan di ensiklopedia ada namanya desa hantu itu nggak ada," kata Lasarus di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (19/11/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setuju dengan Lasarus, anggota Komisi V DPR RI Irwan dari fraksi Partai Demokrat juga menyatakan ketidaksetujuannya akan keberadaan desa fiktif.



"Saya pikir untuk membuat desa fiktif tidak mudah dan tidak bisa dibuat oleh satu oknum. Ini perlu diuruskan bahwa memang desa fiktif ini tidak ada. Kalau penduduknya sedikit ya ada, tapi kalau sama sekali fiktif saya kira tidak ada," ujar Irwan.

Menurut Irwan, kabar desa fiktif ini bisa jadi celah pengurangan kucuran dana pada desa-desa di Indonesia. Padahal, desa-desa tersebut perlu bantuan dana untuk berkembang.

"Tiba-tiba kalau ada satu isu desa fiktif, kemudian ada pula kebijakan menetapkan anggaran Kemendes ini hal yang harus dicermati bersama. Jangan sampai menjadi pintu pengurangan. Jangan sampai dari desa yang sudah berkembang bahkan tumbuh menjadi mandiri, ini terganggu karena isu ini. Saya akan pasang badan jika ada yang mau mengurangi dana desa," tegas Irwan.

Setelah Irwan, anggota Komisi V DPR RI Tamanuri dari fraksi partai Nasdem juga tak setuju dengan sebutan desa fiktif.



Menurutnya, desa-desa yang disebut fiktif hanyalah desa yang kurang memenuhi administrasi sebagai desa resmi. Salah satu indikatornya menurut dia, yakni kurangnya penduduk dalam desa tersebut.

"Kemudian kita perlu evaluasi bagi desa-desa namanya itu, bukan hantu, bukan. Desa hantu-hantuan mungkin ada karena dia hanya ada 50-100 kepala keluarga (KK)," pungkas Tamanuri.

Perlu diketahui, desa fiktif ini diduga sebagai desa tak resmi yang sengaja dimunculkan untuk memperoleh dana desa. Selain itu, jumlah desa di Indonesia memang meningkat pada tahun 2019 sebanyak 74.954 desa. Sedangkan, pada tahun 2018 tercatat hanya ada 74.910 desa, sehingga ada penambahan 44 desa.

Pada 2019, dana desa yang dikucurkan pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan untuk 74.954 desa sebesar Rp 70 triliun. Pada tahun 2018, Kemenkeu mengucurkan anggaran Rp 60 triliun untuk 74.910 desa.

Sejak digelontorkannya dana desa pada tahun 2015 hingga tahun 2019, terdapat perbedaan jumlah desa yang tersebar sebagai penerima dana desa. Pada tahun 2015 dana yang digelontorkan sebesar Rp 20,67 triliun untuk 74.093 desa. Lalu pada 2016 dana desa sebesar Rp 46,98 triliun untuk 74,754 desa, kemudian pada 2017 sebesar Rp 60 triliun untuk 74.910 desa.


(zlf/zlf)

Hide Ads