-
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan bahwa tidak ada yang namanya desa fiktif atau desa hantu yang menyedot anggaran dana desa. Kemendagri menyatakan, yang selama ini dipersoalkan ialah desa yang belum tertib administrasi.
Meski begitu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan membekukan atau menghentikan sementara penyaluran dana desa ke desa fiktif atau desa hantu.
Penyaluran dana desa akan dibekukan sementara lewat sistem transfer rekening keuangan negara (RKN) ke transfer rekening daerah (RKD).
Langkah penghentian penyaluran dana tersebut dilakukan Kemenkeu hingga adanya klarifikasi atau laporan dari pihak Kemendagri. Simak berita lengkapnya.
Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Prima mengatakan akan membekukan penyaluran dana desa tersebut hingga menunggu adanya klarifikasi atau laporan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Kami akan men-freeze (bekukan) dulu sampai ada klarifikasi yang jelas. Jangan sampai ada kelepasan. Jalurnya begini, dari rekening kas negara ke rekening daerah, dan rekening desa. Kami bisanya ke rekening desa dan itu kami freeze," kata Astera di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Selasa (19/11/2019).
Astera menambahkan, bagi desa yang tidak memiliki kelengkapan administrasi yang benar seperti adanya perangkat desa dan masyarakat akan dipertimbangkan untuk tidak menerima dana desa pada tahun berikutnya.
"Masalah kerugian negara, masalah di belakangnya lagi, karena di sistemnya 1 kabupaten misal jatahnya 100 yang tidak disalurkan misalnya 20 karena tidak memenuhi syarat, maka tahun berikutnya tidak kita salurkan. Jadi ini mekanisme yang bisa kita harapkan juga memperbaiki tata kelolanya," papar dia.
Saat ini sendiri, Kemenkeu mencatat realisasi pencairan anggaran dana desa Rp 52 triliun per Oktober 2019. Angka tersebut sudah mencapai 74% dari target yang sebesar Rp 70 triliun. Sisa penyaluran dana desa tersebut masuk ke dalam tahap ketiga.
"Semua ada peruntukannya dan jika jumlah dikurangi impact-nya ke desa bermasalah, untuk tahap ke 3 ke desa-desa bermasalah tunggu hasil identifikasi Kemendagri," katanya.
Kemendagri menyatakan akan mengeluarkan hasil laporan terkait jumlah desa yang tak tertib administrasi atau maladministrasi di Konawe, Sulawesi Tenggara pada akhir 2019. Hal ini juga merupakan hasil investigasi terkait dugaan desa fiktif atau desa hantu.
"Jadi kalau sampai akhir tahun ini kita tuntaskan didiskusikan media kemarin di Sulawesi Tenggara, Kabupaten Konawe," kata Direktur Fasilitas Keuangan dan Aset Pemerintah Desa Kemendagri Benni Irwan di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (19/11/2019).
Dia mengatakan, bahwa Kemendagri tak menemukan adanya desa hantu. Yang ada ialah desa yang belum tertib administrasi. Contoh tak tertibnya administrasi di desa tersebut seperti kurangnya jumlah penduduk hingga menyangkut luas wilayah.
"Saya sampaikan beberapa persoalan, tentang pemerintah desa. Ada nggak perangkatnya. Ada nggak wilayahnya. Nah itu semua ada di wilayah-wilayah yang didiskusikan di publik. Cuma administrasi yang perlu diperkuat," jelasnya.
Sementara itu Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menyebut bahwa pembekuan tersebut merupakan suatu pemborosan atau mubazir.
Menurut Abdul Halim, jika di desa tersebut sudah ada program pembangunan namun dananya berhenti dikucurkan, maka tak ada dampak positifnya terhadap wilayah tersebut.
"Jadi kalau sudah berjalan kemudian dihentikan, terus nggak bisa dilanjutkan malah impact-nya tidak dapat manfaat dari pembangunan, kan mubazir," kata Abdul Halim usai menghadiri rapat kerja perdana dengan Komisi V DPR RI, Jakarta, Selasa (19/11).
Menurutnya, pembekuan tersebut belum diputuskan oleh Kemenkeu, atau masih rencana. Pasalnya, ia mengatakan bahwa tak mudah untuk memutuskan pencairan dana ke desa-desa tersebut yang sudah menjalankan program-program pembangunan.
"Saya pikir belum keputusan lah itu. Karena tidak cukup mudah untuk menghentikan satu proses pembangunan yang belum selesai," tutur dia.