Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah peningkatan akses usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) terhadap sumber permodalan.
Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan lapangan usaha baru hingga membuka tambahan kesempatan kerja yang berujung pada peningkatan aktifitas ekonomi yang tercermin dari meningkatnya belanja masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampai dengan Bulan Agustus 2019 Industri BPR-BPRS telah menyalurkan kredit ke pelaku UMKM mencapai Rp 106 triliun atau tumbuh
11,44%.
Baca juga: Sikap LPS Terkait Penyelamatan Bank Muamalat |
Selain itu, Jumlah nasabah yang dilayani mencapai 15,6 juta rekening, nasabah tersebut didominasi oleh penabung sebanyak 11,5 juta rekening dan rata-rata jumlah tabungannya sebesar Rp 2 juta. Sedangkan nasabah debitur sebanyak 3,6 juta rekening dan rata-rata pinjamannya adalah Rp 29 juta.
Namun, hal itu saja tidak cukup. Butuh upaya agar akese masyarakat terhadap layanan permodalan dari BPR-BPRS bisa ditingkatkan. Salah satu upayanya adalah dengan memanfaatkan layanan keuangan berbasis digital atau yang saat ini lebih dikenal dengan Financial Technology (fintech).
Seperti kita saksikan bersama, khususnya dalam beberapa waktu terakhir, teknologi informasi dan komunikasi, khususnya penetrasi internet dan smartphone telah mengalami perkembangan yang sangat luar biasa.
Dalam konteks di Indonesia misalnya, laporan dari McKinsey tahun 2018 dan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia tahun 2018 menunjukkan bahwa dari 265 juta penduduk Indonesia, 178 juta merupakan pengguna telepon seluler, 171 juta penduduk merupakan pengguna internet dan 130 juta merupakan pengguna media sosial aktif.
Revolusi digital yang saat ini sedang terjadi telah menyadarkan kita bahwa saat ini kita telah berada pada tahap permulaan dari revolusi industri 4.0, yaitu revolusi yang mentransformasi proses bisnis dengan lebih memanfaatkan teknologi informasi, otomasi, termasuk artificial intelligence, internet of things, dan digital economy.
Revolusi digital tersebut kemudian secara signifikan telah mengubah cara pandang dalam melakukan aktivitas ekonomi di berbagai belahan dunia seperti penggunaan e-commerce yang masif dan telah melahirkan model-model bisnis baru diantaranya berupa layanan peer-to-peer lending dan sharing economy.
Melihat kenyataan tersebut, Industri BPR-BPRS harus melakukan inovasi dan adaptif terhadap perkembangan teknologi yang ada. Walaupun keunggulan komparatif yang dimiliki oleh Industri BPR-BPRS yang tidak akan pernah tersaingi yaitu fokus melayani UMKM, pendekatan personal, pelayanan mudah dan cepat, BPR sebagai community Bank dan keberadaannya menyebar merata di seluruh Indonesia.
Untuk itu, pilihan Industri BPR-BPRS dalam merespon revolusi digital adalah melakukan strategic partnership dan kolaborasi.
Tentunya dengan model bisnis yang saling melengkapi, menguntungkan dan mendorong tumbuh bersama. Sehingga dampak akhirnya, masyarakat yang dilayani lebih mudah, cepat dan aman.
Salah satu upaya tersebut adalah melalui Tema Rapat Kerja Nasional Perbarindo 2019 yaitu "PENGUATAN SINERGI BPR-BPRS UNTUK MEMPERLUAS AKSES LAYANAN PERBANKAN MENUJU KEMANDIRIAN EKONOMI".
Dalam acara Seminar Nasional nanti, akan dihadiri oleh narasumber dari berbagai Industri yang dalam waktu dekat ini, tidak tertutup kemungkinan akan bersinergi dan berkolaborasi dengan Industri BPR - BPRS, yaitu antara lain KEIN RI, Koinwork, OVO, Investree, Bukalapak dan GETI (Authorized Global Channer Partner Alibaba.com).
Industri BPR-BPRS yakin Sinergi dan koloborasi dengan berbagai pihak strategis merupakan kunci untuk meningkatkan dan memperkuat daya saing Industri BPR-BPRS dalam menghadapi tantangan perekonomian global, disrupsi teknologi dan menjaga momentum pertumbuhan Industri BPR-BPRS untuk memperluas akses layanan dalam upaya mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan mandiri secara ekonomi.
(dna/dna)