Kejadian tenggelamnya Kapal Titanic pada 14 April 1912 ternyata menjadi benang merah terbentuknya IMO. Peristiwa tenggelamnya kapal Titanic menjadi salah satu tragedi pelayaran paling mengerikan sepanjang sejarah. Status kapal White Star 'Titanic' yang paling terkenal di dunia dalam beberapa jam berubah menjadi nama yang selalu dikaitkan dengan bencana.
Mengutip publikasi IMO, Jumat (28/11/2019), saat itu diketahui setiap negara punya aturan sendiri-sendiri mengenai standar rancangan kapal, konstruksi hingga peralatan keselamatannya. Hal ini akhirnya melatarbelakangi pembentukan IMO, badan khusus PBB yang bertanggung jawab atas begitu banyak perbaikan keselamatan maritim yang membuat pengiriman hari ini jauh lebih aman daripada pada masa tragedi Titanic.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah bencana Titanic tahun 1912 yang menyebabkan adopsi, dua tahun kemudian, konvensi keselamatan hidup di laut internasional pertama atau SOLAS dilakukan. Itu adalah konvensi pertama yang menetapkan aturan internasional yang mengatur keselamatan pengiriman, seperti memastikan kecukupan jumlah sekoci dan lifejackets yang disediakan untuk semua orang di atas kapal.
Namun, sebagian besar negara pengiriman saat itu masih memiliki hukum maritim mereka sendiri. Secara umum situasi ini diyakini dapat merusak keselamatan pengiriman di tingkat global. Tidak hanya standar yang berbeda, tetapi beberapa bahkan punya standar yang jauh lebih tinggi daripada yang lain.
Pemilik kapal yang menganggarkan sedikit uang untuk keselamatan memiliki benefit ekonomi lebih dibandingkan saingan mereka yang lebih berhati-hati. Hal ini menjadi ancaman bagi upaya peningkatan keselamatan dalam pengiriman.
IMO pun didirikan dengan sebuah konvensi yang diadopsi di Jenewa pada tahun 1948. Konvensi tersebut sepakat mulai memberlakukan aturan sepuluh tahun kemudian atau dikenal dengan pertemuan IMO perdana yang diadakan pada tahun 1959.
Aturan yang paling penting saat pertemuan perdana tersebut adalah pengembangan standar internasional untuk menggantikan banyaknya undang-undang nasional tiap-tiap negara. Mulai dari aturan-aturan lalu lintas maritim internasional, pengangkutan barang berbahaya hingga merevisi sistem pengukuran tonase kapal.
Meskipun ada peningkatan besar dalam keamanan maritim sejak kecelakaan Titanic, namun masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan. Hal inilah yang terus dibahas dalam setiap pertemuan negara-negara anggota IMO.
Sebagai badan khusus PBB, IMO menetapkan standar global untuk keselamatan, keamanan dan kinerja lingkungan pelayaran internasional. Peran utamanya adalah menciptakan kerangka kerja regulasi untuk industri perkapalan yang adil dan efektif, diadopsi secara universal, dan diimplementasikan secara universal.
Dengan kata lain, perannya untuk menciptakan medan bermain yang seimbang sehingga operator kapal tidak dapat mengatasi masalah keuangan mereka hanya dengan memotong jalan pintas dan berkompromi pada keselamatan, keamanan, dan kinerja lingkungan. Pendekatan ini juga mendorong inovasi dan efisiensi.
Pengiriman adalah industri yang benar-benar internasional, dan hanya dapat beroperasi secara efektif jika peraturan dan standarnya sendiri disetujui, diadopsi, dan diimplementasikan secara internasional. Dan IMO adalah forum di mana proses ini berlangsung.
Langkah-langkah IMO mencakup semua aspek pelayaran internasional, termasuk desain kapal, konstruksi, peralatan, manning, operasi dan pembuangan. Tujuannya untuk memastikan bahwa sektor vital ini tetap aman, ramah lingkungan, hemat energi, dan aman.
Saat ini total ada 174 negara anggota IMO, termasuk Indonesia. Melalui IMO, negara-negara anggota organisasi, masyarakat sipil, dan industri perkapalan bekerja bersama untuk memastikan kontribusi yang berkelanjutan dan diperkuat terhadap ekonomi hijau dan pertumbuhan secara berkelanjutan.
(eds/fdl)