Dirjen Bea Cukai, Heru Pambudi mengatakan total kerugian tersebut tercacat dalam periode tahun 2016-2019. Dikatakan Heru, kerugian negara selalu dua kali lipat dari total nilai barang selundupan tersebut.
"Kali dua, jadi kira-kira potensi perpajakannya baik bea masuk maupun pajak impor itu kali dua, dua kali lipat dari nilainya," kata Heru di Terminal Petikemas Koja, Jakarta Utara, Selasa (17/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mencontohkan misalnya total barang selundupan Rp 10 miliar maka kerugian negara mencapai Rp 20 miliar. Sebab, kewajiban yang harus dibayarkan meliputi komponen bea masuk sebesar 40 persen-50 persen, lalu Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) 125 persen, dan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 2,5 persen-7,5 persen, kemudian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen.
Berdasarkan data Bea dan Cukai, total nilai motor dan mobil mewah selundupan mencapai Rp 329,6 miliar pada periode 2016-2019. Di mana, motor mewah nilainya Rp 13,7 miliar dan mobil mewah Rp 315,9 miliar. Jika potensi kerugian negara dua lali lipat maka nilainya Rp 659,2 miliar.
"Katakanlah Rp 5 miliar berarti potensi lost bea masuk sama pajaknya itu Rp 10 miliar. Jadi cerita itu totalnya Rp 15 miliar," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tren penyelundupan motor dan mobil mewah meningkat pesat di tahun 2019 dibandingkan tiga tahun yang lalu.
"Di 2019 peningkatannya luar biasa tinggi, baik dari sisi motor dan mobil. Dan ini untuk kendaraan maupun non kendaraan. Ini adalah satu tantangan besar bagi kami," kata Sri Mulyani.
Dapat diketahui, angka kerugian negara itu sudah termasuk tujuh kasus penyelundupan motor dan mobil mewah di Pelabuhan Tanjung Priok yang nilai kerugian negara Rp 48 miliar. Angka tersebut berasal dari 19 unit mobil mewah dan 34 motor mewah dengan nilai Rp 21 miliar.
(hek/dna)