Lebih dari 157 kepala keluarga di desa tersebut menggantungkan sumber penghidupan dari berburu lobster dan hasil laut lainnya.
"Wilayah kami penghasil lobster, 157 nelayan setiap hari memasang jaring lobster. Tapi kami sangat kecewa dengan adanya wacana ekspor benur lobster," kata Kepala Desa Bagolo, Rahman Hidayat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Buka Tutup Ekspor Benih Lobster |
Dia mengatakan wacana atau keputusan itu bisa merusak tatanan dan prilaku nelayan di wilayahnya yang selama ini sudah bersikap bijaksana dalam memanfaatkan potensi laut.
Kepatuhan nelayan Bagolo terhadap larangan menangkap baby lobster selama ini sudah terbangun. Mereka telah menyadari bahwa kelestarian ekosistem jauh lebih penting daripada keuntungan sesaat. Mereka hanya menangkap lobster yang sudah layak konsumsi.
"Kami setuju untuk tetap dilarang penjualan apalagi ekspor baby lobster. Karena nantinya akan merusak dan menghancurkan usaha nelayan sendiri dari segi penghasilan," kata Rahman.
Dia meminta pemerintah tetap tegas menegakkan aturan yang dibuat oleh mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti, jika tak ingin lobster punah dari lautan Indonesia. Rahman mensinyalir ada oknum atau mafia dibalik ekspor ini.
"Kalau boleh mafia atau oknum itu dihukum oleh nelayan saja. Rek dikarungan dialungkeun ka laut oknum na (Mau dimasukkan karung dilempar ke laut oknumnya)," kata Rahman sambil melempar senyum.
(dna/dna)