Menurutnya gerakan-gerakan religius yang eksklusif menyebabkan adanya ketegangan di antara pegawai Kemenkeu, dan membuat para PNS jadi terkotak-kotakan.
"Menjelang pemilu kemarin itu saya observasi di Kemenkeu ada di bawah ketegangan. Bawahan saya jadi visible keagamaannya, mulai dari appearance menunjukkan identitas. Bahkan untuk beberapa dia mengkotak-kotak ekslusif, dan ada ketegangan," cerita Sri Mulyani, di Hotel Aryaduta, Tugu Tani, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kala itu, mantan petinggi Bank Dunia ini mengeluhkan banyaknya pegawai di Kemenkeu yang masih pilih-pilih teman berdasarkan kriteria tertentu (seperti asal sekolah, angkatan, hingga kampung halaman).
"Saya sudah minta di lingkungan Kemenkeu, bekerja di Kemenkeu itu untuk menjaga rasa persatuan sebagai bangsa Indonesia. Begitu masuk Kemenkeu, bukan lagi dari STAN, Purbolinggo, Madiun, UI, UGM, Anda jadi keluarga pengelola keuangan negara. You are Indonesia. Saya tahu yang kumpulnya sama dari teman satu sekolah, satu kampung, satu angkatan, saya tahu," kata Sri Mulyani dalam acara Festival Transformasi 2019, di Gedung Dhanapala, Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Untuk mengatasi hal tersebut, Sri Mulyani memerintahkan bawahannya untuk makan siang dengan siapa pun di lingkungan Kementerian Keuangan, tidak memandang orang tersebut dari suku yang sama, atau lulusan perguruan tinggi yang sama.
"Instruksi saya, tolong pak Sekjen, ini instruksi. Makan siang harus sama dengan orang yang berbeda, yang Anda tidak kenal. Itu instruksi saya. Saya minta Bu Irjen untuk mengawasi," tegasnya.
Saat itu, ia berpesan agar kelompok-kelompok kecil yang tercipta di lingkungan Kemenkeu agar dilebur.
"Hilangkan semua pemikiran-pemikiran yang memecah kita sebagai suatu bangsa. Kita harus saling respect, pasti Kemenkeu performance-nya akan lebih bagus. Akan dapat energi baru dan semakin baik. Penting lagi, Anda dapat menjaga spirit kesatuan dan persatuan dalam bingkai republik ini," tandasnya.
(zlf/dna)