Sri Mulyani menilai mengurus keuangan negara lebih mudah dari pada menangani isu radikalisme. Sebab, keuangan negara bisa dipelajari teorinya.
"Kalau keuangan negara saya tahu kita belajar teorinya, kita tahu bagaimana menjumlahkan, mengurangkan, mengalokasikan, mengawasi, itu jelas pakemnya," kata dia.
Beda dengan keuangan negara, hal yang berkaitan dengan radikalisme ada hubungannya dengan ideologi dan sikap. Tak cukup surat edaran dan instruksi menteri untuk menangkal radikalisme.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, dia menyadari kapasitas sebagai Menteri Keuangan tidak cukup. Oleh karenanya dirinya belajar dari tokoh-tokoh yang membidangi hal tersebut.
"Nah dialog itu saya kan Menteri Keuangan bukan Menteri Ideologi, karenanya saya belajar di Bu Mega (Dewan Pengarah BPIP), Pak Mahfud (Menkopolhukam). Saya belajar dari yang lain juga," jelasnya.
Masalah radikalisme yang bisa muncul karena intoleransi dan eksklusivitas. Menurutnya, itu akan mengganggu sinergi di institusi yang dipimpinnya.
"Bagaimana Kementerian Keuangan bisa bersinergi kalau muncul kotak-kotak tadi dari praktik keagamaan yang sifatnya eksklusif memunculkan sikap intoleran," tambahnya.
Apa dampak radikalisme ke ekonomi?
Simak Video " Video Respons Mendikdasmen soal Wacana Pembelajaran Pasar Modal ke Siswa SD"
[Gambas:Video 20detik]