Hal ini juga jadi isu utama dalam aksi ojek online di depan Kantor Kementerian Perhubungan. Menurut Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi, soal mitra bukan wilayahnya, itu urusan Kementerian Ketenagakerjaan.
Meski begitu Budi bercerita dia telah meneruskan masalah ini ke Kemenaker. Masalahnya, Kemenaker hingga kini masih bingung dalam menentukan hubungan apa yang terjadi antara aplikator dan para driver.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi pun sempat menyarankan agar Kemenaker mengikuti langkah Kemenhub yang bisa membuat aturan untuk ojek online. Dia bercerita, Peraturan Menteri no 12 tahun 2019 yang mengatur tentang ojek online dibuat tanpa memikirkan adanya acuan dan referensi dari aturan yang sudah ada.
"Saya bilang ke Pak Sekjennya. Mungkin udah lama nih pak masalahnya, Pak Menhub juga buat PM 12 karena aware beliau. Nggak ada itu peraturan yang me-refer itu saat dibahas dan dikeluarkan. Nggak ada acuannya kita, motor juga kan bukan transportasi umum," ungkap Budi Setiyadi.
Budi pun mendorong agar Kemenaker segera mengatur untuk memperkuat posisi kemitraan para driver. Menurutnya, persoalan ojek online merupakan imbas dari kemajuan zaman dan teknologi yang cepat, maka itu kementerian tidak bisa kaku menghadapinya.
"Tapi kan pak Menteri (Perhubungan) lihat kebutuhan mendesak. Nah Kemenaker kenapa nggak buat keputusan yang sama? Ini kan kemajuan, disruption. Harus ada lompatan untuk buat suatu keputusan," ungkap Budi.
Dia menegaskan bahwa pihaknya akan menjembatani Kemenaker dan para driver untuk membahas soal kemitraan. "Kami jembatani lah, minta juga ke Kemenaker ngobrol sama teman-teman driver," katanya.
Dia menjelaskan masalah kemitraan bagi driver memang harus diperkuat. Dia mengatakan selama ini driver memang cenderung lemah dalam sistem kemitraan.
"Kemitraan mereka mau bargaining position kuat sebagai pengemudi. Selama ini memang praktiknya sering sepihak sepihak, mereka lemah," kata Budi.
(dna/dna)