Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) membutuhkan sejumlah dukungan untuk mengembangkan sektor pariwisata. Terlebih, perusahaan juga turut terlibat dalam pengembangan destinasi pariwisata prioritas alias Bali Baru.
Direktur Utama ITDC Abdulbar M Mansoer menjelaskan, model bisnis perusahaan pada dasarnya ialah sewa lahan. Namun, perusahaan tak bisa menikmati hasilnya lantaran ada batasan waktu sampai 30 tahun.
"Bisnis model kita hanya sewakan lahan, tentu saja kita tidak bisa menikmati dari kenaikan, karena kita hanya dibatasi 30 tahun. Nah rata-rata investasi kita di Nusa Dua, mereka (investor) meminta lebih lama," katanya di ruang rapat Komisi VI DPR RI, Jakarta, Selasa (4/2/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan, dalam UU Agraria memang ada ketentuan perpanjangan waktu yakni 20 tahun. Namun, investor kerap membandingkan dengan Singapura dan Malaysia yang memberikan waktu pengelolaan lebih panjang sampai 99 tahun.
"Yang kami usulkan adalah di dalam omnibus Law ada salah satu usulan untuk mengatur tanah HGB diatas HPL menjadi satu term selama 99 tahun," katanya.
Selanjutnya, ia juga meminta dukungan untuk percepatan pembangunan infrastruktur di destinasi wisata prioritas. Dia menjelaskan, dalam pengembangan pariwisata seperti Mandalika, Labuan Bajo, dan Nusa Dua yang paling berat ialah infrastruktur.
Lantaran, untuk infrastruktur ini butuh biaya yang tidak sedikit. Sebab itu, ia mengatakan perlu terobosan dalam hal pembiayaan.
"Karena yang paling berat dari membangun Mandalika, Labuan Bajo, Nusa Dua, itu di awal di infrastrukturnya. Mandalika bisa Rp 5 triliun lebih, Labuan Bajo Rp 3 triliun lebih, dan ini dibutuhkan suatu terobosan, salah satunya dengan penambahan PMN yang disampaikan kepada BUMN," jelasnya.
Dukungan selanjutnya ialah pengesahan insentif pajak di dalam kawasan ekonomi khusus (KEK). Dia menerangkan, investasi di dalam KEK seharusnya mendapat insentif pajak, tapi hingga saat ini insentif itu belum bisa diberikan.
"Mandalika sudah status KEK, sudah ada PP nomor 50 2015 namun penerapannya belum bisa. Jadi investor pada waktu datang ke kantor pajak belum ada PMK-nya padahal sudah ada payung hukum KEK bahwa seluruh investor di dalam KEK sudah dapat insentif pajak, tapi dalam praktiknya mereka belum bisa," jelasnya.
(ara/ara)