Kapan Ekonomi Papua Bisa Mandiri Tanpa Freeport?

Kapan Ekonomi Papua Bisa Mandiri Tanpa Freeport?

Danang Sugianto - detikFinance
Kamis, 06 Feb 2020 19:00 WIB
Kabupaten Puncak Jaya merupakan salah satu kabupaten di Papua yang berada di wilayah perbukitan dan gunung.
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta -

Nasib ekonomi di Papua berbanding terbalik dengan perekonomian di provinsi lainnya. Provinsi lain mengalami pertumbuhan ekonomi, di Papua ekonominya bukan tumbuh malah turun. Bahkan selama 5 kuartal berturut-turut.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui, turunnya ekonomi di Papua lantaran lesunya bisnis PT Freeport Indonesia. Itu artinya ekonomi di Papua sangat bergantung dengan Freeport.

"Salah satu memang karena harga komoditas sedang turun dari Freeport, memang ada ketergantungan. Makanya kan pemerintah sedang dorong pengembangan kawasan Bintuni untuk industri, untuk methanol dan yang lain," ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (6/2/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah saat ini memang tengah mengembangkan Kawasan Industri Teluk Bintuni, Papua Barat. Di kawasan itu nantinya akan dikembangkan industri petrokimia.

Airlangga yakin Kawasan Industri Bintuni akan mampu menghilangkan ketergantungan ekonomi Papua terhadap Freeport. Sayangnya upaya ini butuh waktu bertahun-tahun. "(Tak bergantung dengan Freeport) mulai 3-4 tahun ke depan," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Selain Kawasan Industri Bintuni, Airlangga juga yakin pembangunan infrastruktur akan memberikan dampak terhadap ekonomi Papua. Sebab dengan begitu akan membuka akses logistik untuk kawasan pertanian di selatan Papua.

Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi di 2019 untuk wilayah Indonesia Timur, kondisi ekonominya tercatat negatif. Untuk Maluku dan Papua, BPS mencatat mengalami minus hingga 7,44%.

Nah sebenarnya jika dirinci, wilayah Maluku, Maluku Utara dan Papua Barat masih tumbuh ekonominya, hanya Papua yang ekonominya malah turun. Penurunannya di 2019 sangat besar bahkan mencapai 15,72%.

Penurunan ekonomi di Papua sudah terjadi sejak kuartal IV-2018 yang tercatat turun 17,95%. Sejak saat itu, setiap kuartalnya di 2019 ekonomi di Papua kontraksi. Pada kuartal I-2019 -18,66%, kuartal II-2019 -23,91%, kuartal III-2019 -15,05% dan kuartal IV -3,73%.

Menurut catatan BPS turunnya perekonomian di Papua disebabkan penurunan produksi PT Freeport Indonesia. Penurunan produksi itu terjadi lantaran adanya peralihan kegiatan tambang, dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah.

Memang menurut data BPS pertambangan dan penggalian anjlok drastis selama 2019 yakni -43,21%. Jika dilihat secara kuartalan memang terus menurun dan terjadi juga sejak kuartal IV-2018.

Pada kuartal IV-2018 industri pertambangan dan penggalian di Papua turun -43,68%, kuartal I-2019 -48,47%, kuartal II-2019 57,48%, kuartal III-2019 38,31% dan kuartal IV-2019 19,04%.

Untuk diketahui, Freeport telah melaporkan penurunan produksi tembaga pada kuartal IV-2019 lalu dan memperkirakan pengeluaran lebih tinggi pada tahun tersebut karena transisi tambang tembaga raksasa Grasberg di Indonesia ke penambangan bawah tanah.

Produksi tembaga di Grasberg turun 14% pada kuartal IV-2019, sementara total produksi logam turun 1,7% menjadi 827 juta pon. Freeport-McMoran saat itu mengalokasikan US$ 500 juta untuk pengembangan smelter baru di Indonesia.

Kapan Ekonomi Papua Bisa Mandiri Tanpa Freeport?



(das/fdl)

Hide Ads