Airlangga Bantah Izin Amdal di Omnibus Law Ditarik ke Pusat

Airlangga Bantah Izin Amdal di Omnibus Law Ditarik ke Pusat

Vadhia Lidyana - detikFinance
Jumat, 21 Feb 2020 15:54 WIB
Airlangga Hartarto
Foto: (Rusman-Biro Pers Setpres)
Jakarta -

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan pengajuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dari pelaku usaha yang hendak berinvestasi tak dilimpahkan ke pemerintah pusat. Airlangga menepis adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menghilangkan wewenang Pemerintah Daerah (Pemda) dalam memproses pengajuan Amdal.

"Itu salah. Jadi kalau Amdal itu tidak ditarik ke pusat. Jangan semua Cipta Kerja itu diterjemahkan ditarik ke pusat," kata Airlangga di kantornya, Jakarta, Jumat (21/2/2020).

Menurutnya, pemerintah hanya menyeragamkan indikator pemberian Amdal dalam setiap proses pengajuan izin untuk berinvestasi ini, sehingga wewenang pemerintah pusat hanya sebatas menetapkan standar dalam pengajuan Amdal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang dijadikan acuan adalah standar. Standar kan sesuatu yang umum, lingkungan kan ada standar, barang industri kan ada standar. Nah yang diseragamkan, yang dibakukan adalah standar. Nah tentu yang dijadikan satu adalah norma, standar, prosedur, dan kriteria. Nah khusus untuk Amdal itu dibuat supaya tidak berulang-ulang," terang Airlangga.

Ia mengatakan, aturan baru ini dibuat untuk memudahkan pengusaha agar pengajuan Amdal tak perlu dilakukan berulang-ulang. Ia mencontohkan, pengusaha yang ingin berinvestasi di suatu kawasan industri, tak perlu lagi mengajukan Amdal jika kawasan tersebut sudah lebih dulu memiliki Amdal.

ADVERTISEMENT

"Misalnya industri yang berada di kawasan industri. Kawasannya sudah punya Amdal, nah industri yang di dalamnya itu sesuai dengan peruntukkan jenis industri di kawasan tersebut. Nah tentu bakuan air yang dikeluarkan ya standar. Jadi nggak perlu diulang lagi. Karena kan selama ini berulang-ulang terus," papar Airlangga.

Namun, ia menegaskan sanksi tetap diberlakukan bagi pengusaha yang melanggar Amdal yang telah ditetapkan dalam kawasan industri tersebut.

" Apabila standar tersebut dilanggar ya tentu ada sanksi. Sebagai contoh industri tekstil di Jawa Barat sudah punya Amdal semua. Tetapi ada juga yang membuang limbahnya tidak sesuai standar. Nah apakah dengan demikian persoalan selesai karena sudah membuat buku Amdal? Jadi kan buku Amdal bukan menjadi solusi atas persoalan lingkungan. Tetapi bagaimana implementasi dari pada regulasi dan perundang-undangan, itu saja yang dikejar," imbuh dia.

Perlu diketahui, pengajuan Amdal itu sebelumnya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 29 ayat (1) yang berbunyi:

Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Namun, dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja ketentuan pasal 29 dihapus. Ketentuan tersebut diganti dengan pasal 24 yang menetapkan bahwa Amdal sebagai dasar uji kelayakan lingkungan hidup. Uji kelayakan tersebut dilakukan oleh pemerintah pusat. Hal tersebut tertuang dalam pasal 24 RUU Omnibus Law Cipta Kerja ayat (1) dan (2) sebagai berikut:

Ayat (1): Dokumen Amdal merupakan dasar uji kelayakan lingkungan hidup.

Ayat (2): Uji Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Pusat.

Lalu, kewenangan pemerintah pusat dalam menetapkan Amdal ditegaskan dalam pasal 24 ayat (4) dan (5) sebagai berikut:

Ayat (4): Pemerintah Pusat menetapkan Keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan uji kelayakan lingkungan.

Ayat (5): Keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sebagai persyaratan penerbitan Perizinan Berusaha.

Airlangga Bantah Izin Amdal di Omnibus Law Ditarik ke Pusat



(ara/ara)

Hide Ads