Koperasi Simpan Pinjam (KSP) diminta untuk bertransformasi dan wajib menerapkan teknologi. Menteri Koperasi & Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki menjelaskan modernisasi ini agar transparansi dan pelayanan terhadap anggota semakin meningkat.
Teten menjelaskan, jika KSP tidak memanfaatkan teknologi maka peserta akan meninggalkan layanan tersebut.
"Kalau KSP tidak melakukan itu pasti akan ditinggal anggota, karena dalam kegiatan usaha kalau tidak ada keuntungan pasti koperasi akan dibanding dengan yang lain," kata Teten dalam siaran pers, Senin (24/2/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian Ketua Umum Askopindo Sahala Panggabean mengatakan, saat ini koperasi sedang berupaya untuk naik kelas dengan masuk sektor usaha seperti komoditi pangan, maritim dan teknologi sesuai dengan arahan pemerintah.
Sahala menjelaskan dari total sekitar 120 ribu jumlah koperasi, 20 ribu diantaranya adalah koperasi simpan pinjam. "Dalam waktu dekat Askopindo akan mengadakan kongres dengan tujuan agar semua KSP bersatu dalam mengakselerasi moderninasi KSP yang profesional berbasis digital serta naik kelas," jelas dia.
Menanggapi hal tersebut Praktisi Koperasi Milenial dan Ekonomi Kerakyatan Frans Meroga Panggabean menjelaskan jika RUU Omnibus Law yang saat ini telah diserahkan ke DPR mengatur Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Koperasi tentunya akan menjadi stimulus peningkatan daya saing koperasi.
"Akses pendanaan koperasi harus diperkuat melalui LPS Koperasi sehingga kompetitif dengan pelaku jasa keuangan lain seperti financial technology (fintech), juga pasti otomatis maksimal mendukung permodalan UMKM menuju naik kelas," jelas Frans, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Koperasi Simpan Pinjam Nasari.
Frans pun membandingkan dengan kondisi ekosistem jasa keuangan di negara lain, di mana pemerintahnya menjamin simpanan masyarakat di semua pelaku jasa keuangan, termasuk koperasi. Fakta ini terjadi di India, Jepang, Brazil dan beberapa negara lain.
"Anggota International Association of Deposit Insurers (IADI) saat ini 83 negara di seluruh dunia, termasuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Indonesia. Dari semua LPS di negara lain, banyak yang sudah menjamin simpanan di koperasi," terang Frans.
Frans menjelaskan bahwa pengaturan LPS Koperasi sebenarnya sudah pernah tertuang dalam UU no.17 tahun 2012 tentang Perkoperasian. Tapi sayangnya UU tersebut dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 28 Mei 2014 karena dianggap tidak sesuai dengan roh konstitusional koperasi.
"Pengaturan tentang LPS Koperasi waktu itu tertuang dalam pasal 94, sedangkan pasal-pasal yang diajukan untuk diuji MK tidak termasuk pasal 94. Jadi sebenarnya tidak ada salah dengan LPS Koperasi, baik secara hukum, akademis, maupun konstitusi," seru Frans yang juga Ketua DPP Askopindo ini.
Merespons hal tersebut, Deputi Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman juga setuju keberadaan LPS Koperasi diharapkan jadi enforcement bagi gerakan koperasi agar kompetensi dan kualitas terus ditingkatkan berdasarkan standar transparan, akuntabel & profesional sesuai semangat modernisasi koperasi.
"Segera dalam waktu dekat Askopindo akan kami undang lagi khusus untuk membahas RUU Omnibus Law. Mohon Askopindo bisa dibuat kajian komprehensif atas masukan penyempurnaan Omnibus Law, termasuk tentang LPS Koperasi," pungkas Hanung.
(kil/ara)