Omnibus Law Ada karena Pemerintah Putus Asa Dongkrak Investasi?

Omnibus Law Ada karena Pemerintah Putus Asa Dongkrak Investasi?

Soraya Novika - detikFinance
Senin, 24 Feb 2020 12:50 WIB
Demo buruh tolak Omnibus Law Cipta Kerja di DPR (Foto: Sachril/detikcom)
Foto: Sachril/detikcom
Jakarta -

Ekonom Centre of Reforms on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai Omnibus Law sebagai bukti keputusasaan pemerintah dalam menangani hambatan investasi. Lantaran, beleid ini disusun terburu-buru sehingga minim pelibatan berbagai pihak hingga berujung penolakan sana-sini.

"Omnibus Law ini menunjukkan bagaimana pemerintah itu sepertinya desperate (putus asa) sekali untuk meningkatkan investasi dan terkesan melakukan apa saja agar investasi itu bisa meningkat lebih tinggi. Kesannya menghalalkan segala cara, dan dilakukan sangat cepat, ketentuan-ketentuan yang seharusnya dikaji dengan sangat cermat itu malah tidak dilakukan," ujar Piter kepada detikcom, Senin (24/2/2020).

Piter menerangkan yang namanya Omnibus Law, aturan bersifat lintas sektor, memerlukan waktu yang tak singkat, artinya perlu pembahasan yang matang sebelum disahkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sesuai dengan namanya juga Omnibus Law ini kan mengatur sesuatu yang tadinya diatur dalam aturan perundangan yang sangat banyak, UU dan pasal-pasal yang dikaji itu sangat banyak, dan itu tidak mungkin sebenarnya dilakukan dalam waktu yang sangat singkat," pungkasnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi. Menurut Fithra, negara memang membutuhkan Omnibus Law mengingat tantangan perekonomian Indonesia saat ini lebih berasal dari hambatan investasi itu sendiri. Sehingga perbaikan dari sisi regulasi sangat diperlukan. Akan tetapi, tanpa komunikasi yang baik, kebijakan ini sulit untuk diwujudkan.

ADVERTISEMENT

"Jadi kalau kita lihat sebenarnya dari sisi ekonomi kita ini lebih terhambat dari sisi supply-side economic (sisi penawaran) ketimbang demand-side economic. Masalah terkait supply-side economic seperti investasi dan lain-lainnya itu berasal dari regulasi dan peraturan yang menghambat. Sehingga keberadaan Omnibus Law ini sangat dinantikan. Nah hanya saja masalahnya saya rasa ini ada pada masalah komunikasi dan juga pelibatan," kata Fithra kepada detikcom.

Menurutnya, pelibatan berbagai pihak penting untuk mencapai kesepakatan bersama sehingga kemudian cita-cita menarik investasi dapat dicapai dengan mulus.

"Bagaimana kemudian pelibatan para stakeholder bisa lebih dioptimalkan, melibatkan ekonom, pengusaha, dan juga unsur-unsur buruh di situ untuk kemudian bisa mendapatkan win win solution," tambahnya.

Saat ini, draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja sudah berada di DPR RI sejak 12 Februari 2020 kemarin. Sebelum sampai ke DPR, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan target agar DPR dapat menyelesaikannya dalam waktu 100 hari. Namun, hingga kini aturan itu sudah banyak mendapat pertentangan dari berbagai pihak terutama buruh.




(fdl/fdl)

Hide Ads