Soal Omnibus Law, Menteri LHK: Izin Lingkungan Tidak Dihapus

Soal Omnibus Law, Menteri LHK: Izin Lingkungan Tidak Dihapus

Pradito Rida Pertana - detikFinance
Jumat, 28 Feb 2020 15:03 WIB
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya
Foto: Screenshoot 20detik
Sleman -

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mensosialisasikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) kepada jajarannya. Siti menyebut tidak ada penghapusan izin lingkungan.

"RUU Omnibus Law kalau lihat latar belakangnya secara makro nasional itu kan ada kebutuhan untuk perluasan kesempatan kerja bagi angkatan kerja baru yang akan masuk, rata-rata 2 juta yang akan masuk per tahunnya," kata Siti saat ditemui di Sahid Jaya Hotel and Convention, Jalan Babarsari, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Jumat (28/2/2020).

Kendati demikian, pembukaan lapangan kerja di Indonesia berkaitan erat dengan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan. Oleh karena itu, Omnibus Law bertujuan untuk menyederhanakan syarat dan perizinan pelaku usaha dengan menerapkan standar khusus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nah, memang di dalam RUU Omnibus Law ini kan ada yang bagian terkait dengan LHK yaitu, menyangkut hutan dan menyangkut lingkungan, AMDAL dan lain-lain," ujarnya.

"Oleh karena itu, di konteks LHK, seperti hal-hal yang berkaitan dengan sanksi, dengan AMDAL, standar dan lain-lain itu secara praktik sebetulnya beda istilahnya saja. Jadi gini, izin lingkungan itu bukannya dihapus sebetulnya, yang dihapus terminologinya," sambung Siti.

ADVERTISEMENT

Siti menjelaskan, selama ini ia selalu menandatangani izin lingkungan. Selain itu, ia juga menandatangani Keputusan Menteri tentang kelayakan lingkungan yang menurutnya dua hal itu memiliki isi yang sama.

"Itu sebetulnya bunyinya sama, cuma bedanya yang kelayakan lingkungan itu adalah keputusan Menteri yang kita pegang, izin lingkungan itu adalah izin yang diberikan kepada pihak lain," katanya.

"Nah, sekarang kalau isinya sama dan terminologi beda kan sebetulnya lebih menyulitkan, jadi ini disatukan. Dia menjadi syarat di dalam perizinan berusaha, jadi lebih disederhanakan daripada hal yang sama dengan dua kali keputusan, misalnya gitu," imbuh Siti.

AMDAL Juga Tak Dihapus

Siti juga menyebut Omnibus Law RUU Cipta Karya bidang LHK tidak akan menghapus Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) untuk izin usaha. Namun, AMDAL hanya akan diperlukan untuk kegiatan berisiko tinggi.

"Apa yang membuat AMDAL tidak hilang, karena untuk kegiatan dengan risiko tinggi itu tetap ada AMDAL," kata Siti.

Selanjutnya, untuk kegiatan yang berisiko sedang atau rendah pihaknya akan menerapkan standar. Sehingga, tidak semua kegiatan pembangunan dan mendirikan tempat usaha memerlukan AMDAL.

"Nah, yang distandarkan adalah model kerangka acuannya, model kerjanya. Apa yang terjadi dengan ini, kegiatan yang risiko medium sampai rendah kita pakai standar. Jadi bukan di sana swasta atau pemrakarsa kegiatan membuat AMDAL," ucapnya.

Siti mencontohkan, ada sebuah kegiatan yakni, membuat tambahan lokal baru untuk gedung sekolah milik sebuah yayasan. Di mana yayasan ini didirikan oleh para guru yang baru pensiun dan ingin memajukan sektor pendidikan.

"Tahu-tahu dia harus buat AMDAL, bayangin AMDAL-nya pakai pekerjaan-pekerjaan teknis dan lain-lain sehingga bisa Rp 300 sampai Rp 400 juta, dan kerjaan seperti itu banyak sekali jumlahnya dengan kondisi-kondisi yang kurang lebih sudah ketahuan barangnya apa syaratnya apa," katanya.

"Nah terhadap situasi seperti ini maka kita tetapkan standar, artinya apa? Pemerintah semakin mengurangi beban kepada masyarakat, apakah tadi orang-orang yang mau membangun, apakah tadi juga swasta," sambung Siti.

Menyoal teknis Badan Pengendalian standar tersebut, nantinya Badan itu akan melakukan pengawasan secara ketat kepada pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usaha. Semua itu agar apa yang mereka lakukan tidak berdampak negatif pada lingkungan.

"Pengawasannya lebih kenceng, tadi saya bilang ke teman-teman daerah kita akan membuat pengawasan yang berjenjang, jadi ketika pakai standar untuk mengontrol kegiatan. Maka sistem kerjanya yang harus disempurnakan, misal patrolinya dilakukan, pengaduannya harus dibuka dan diadopsi.

"Kemudian kunjungan kerja dan observasi regulernya juga harus dilakukan, sampai kepada pengaduan yang serius, yang bisa masuk ke penegakkan hukum, itu ada jenjangnya dan sistem itu sudah kita bikin," lanjut Siti.

Terkait kapan Badan Pengendalian itu didirikan, Siti mengaku masih menunggu Perpres. "(Menunggu) Perpres, kalau Perpres LHK keluar itu langsung jadi sistemnya dan dikembangkan sama Pemerintah Daerah," ucapnya.




(ara/ara)

Hide Ads