Tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) bakal mendapatkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Program baru tersebut sedang disiapkan pemerintah.
Lantas, apakah itu akan membuat iuran yang dibayar pekerja bertambah besar?
JKP sendiri telah dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law tentang Cipta Kerja. Menurut Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Haiyani Rumondang, tidak ada iuran baru yang harus dibayar pekerja atau pemberi kerja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini lah justru di dalam undang-undang ini tidak dibebankan iuran baru," kata dia di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (3/3/2020).
JKP dan Kartu Pra Kerja, lanjut dia merupakan program yang berbeda. JKP diberikan untuk pekerja yang kena PHK saja, sementara Kartu Pra Kerja bisa diberikan kepada angkatan kerja baru. Pihaknya pun sedang mencari skema yang tepat agar program itu tidak menjadi beban.
"Justru sekarang itu pembahasan-pembahasan untuk mencari funding-nya (pendanaan) itu dari mana itu adalah harus dilihat tidak menjadi beban baru," jelasnya.
Pihaknya juga mencari kemungkinan dilakukannya rekomposisi terhadap iuran yang selama ini tidak efektif untuk program JKP.
"Funding tentunya bisa dilakukan review apakah nanti harus rekomposisi iuran dengan melihat selama ini manfaat apa yang memang sangat efektif diklaim manfaatnya, dan juga mungkin adalah yang selama ini mungkin risikonya rendah atau tinggi tapi klaimnya kecil," jelasnya.
Namun dia belum bisa memastikan iuran apa yang akan direkomposisi untuk Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
"Kita melihat, menghitung kembali ketahanan-ketahanan dana yang ada pada program-program sekarang. Ya itu harus dilihat mana yang dananya tahan sampai berapa puluh tahun, mana yang dananya mungkin bisa di rekomposisi atau diubah posisinya itu lho, baik dari secara jumlah iuran dari masing-masing atau mungkin lain. Intinya tidak memberikan beban baru," tambahnya.
(toy/eds)