Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengindikasikan dampak penyebaran virus corona (Covid-19) ditambah ketidakpastian global membuat tekor alias defisit APBN melebar ke level 2,2-2,5% dari target yang ditetapkan sebesar 1,76%.
Hal itu juga sudah dilaporkan Sri Mulyani kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat rapat terbatas (ratas) mengenai kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2021 dan rencana kerja tahun 2021.
"APBN di 2020 memang akan defisitnya meningkat, saat ini kita mengindikasikan defisit itu ada di dalam kisaran antara 2,2% hingga 2,5%. Namun kita akan lihat nanti dari sisi penerimaan dan dari sisi belanjanya," kata Sri Mulyani di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (9/3/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indikasi pelebaran defisit APBN, kata Sri Mulyani, juga akan dipantau terus seiring dengan perkembangan penanganan virus corona dan ketidakpastian global seperti anjloknya harga minyak mentah dunia.
"Kekhawatiran mengenai Covid-19 ini diseluruh dunia menyebabkan koreksi sangat tajam di pasar-pasar keuangan. Jadi kita juga harus mengantisipasi dampaknya terhadap lembaga-lembaga keuangan apakah dari sisi penyaluran kredit, sisi performance kredit, dari sisi kemampuan menghadapi stress test," jelasnya.
Pemerintah, kata Sri Mulyani, juga tidak diam begitu saja. Dirinya bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun sedang berkoordinasi menyiapkan instrumen fiskal yang baru sebagai bentuk antisipasi ketidakpastian global yang terjadi di dua bulan awal tahun 2020.
Sebab seperti penurunan harga minyak mentah dunia akan berdampak langsung terhadap penerimaan negara dari sektor energi.
"Jadi untuk tahun 2020, kita akan terus menggunakan instrumen fiskal kita, memang suasananya sangat dinamis namun kita akan tetap mencoba merumuskan kebijakan fiskal untuk meminimalkan dampak negatif yang berasal dari Covid-19," ungkapnya.
(hek/ara)