Jakarta -
Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) saat ini bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Hal itu dilakukan untuk mencegah virus corona (Covid-19). Kebijakan tersebut berlaku hingga 31 Maret 2020.
Rencananya sistem WFH bagi PNS diperpanjang karena wabah corona belum menjinak. Terlihat dari jumlah kasus positif Covid-19 terus bertambah dan ditetapkannya status tanggap darurat bencana virus corona di sejumlah daerah.
"Menurut kita memang kita merencanakan untuk melakukan perpanjangan," kata Deputi bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini saat dihubungi detikcom, Jumat (27/3/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 16 Maret telah diterbitkan Surat Edaran Menteri PANRB Nomor 19 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Aparatur Sipil Negara dalam Upaya Pencegahan Covid-19 di Lingkungan Instansi Pemerintah, diputuskan bahwa PNS mulai bekerja di rumah (work from home/WFH).
Dia menjelaskan, saat SE tersebut dikeluarkan, kondisi wabah virus corona di Indonesia belum berkembang seperti saat ini. Untuk itu perlu adanya penyesuaian jangka waktu pemberlakuan sistem WFH.
"Kemarin kan kita waktu membuat SE itu kan belum ada statusnya. Jakarta juga belum tinggi. Ada beberapa daerah juga belum merebak ke seluruh daerah ya. Dan jadi memang perlu ada penyesuaian-penyesuaian," jelasnya.
Tapi tidak berlaku untuk semua instansi. Lalu bakal diterapkan di instansi mana saja? Lanjut ke halaman berikutnya.
Sistem bekerja dari rumah (work from home/WFH) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) akan diperpanjang. Semula kebijakan tersebut berlaku sampai 31 Maret 2020.
Mengingat pandemi virus corona (Covid-19) belum menjinak maka kebijakan tersebut diperpanjang. Namun nantinya itu hanya berlaku untuk instansi pemerintah yang lokasinya darurat Corona.
"Memang terutama untuk yang daerah-daerah yang statusnya sudah paling tinggi. Misalnya di Jakarta ini kan status daruratnya sudah paling tinggi ya, sudah tanggap darurat," kata Deputi bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini saat dihubungi detikcom, Jumat (27/3/2020).
Sementara untuk instansi lainnya akan disesuaikan dengan kondisi di wilayahnya. Jika situasi yang ada mengharuskan ASN lebih lama lagi bekerja dari rumah maka akan diperpanjang.
"Di beberapa daerah yang status bencananya sudah tinggi dan menengah mungkin nanti bisa disesuaikan begitu," sebutnya.
Dirinya pun masih menunggu arahan dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo dalam mengevaluasi kebijakan tersebut.
"Akan disesuaikan dengan kondisi daripada lokasi di mana instansi pemerintah itu berada," tambahnya.
Tapi PNS jangan coba-coba memanfaatkannya untuk kerja sambil liburan. Lanjut klik baca selengkapnya.
Pemerintah menyiapkan sanksi tegas bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang nekat kerja sambil liburan saat diterapkan sistem bekerja dari rumah. Sistem work from home (WFH) sendiri dilakukan untuk mencegah penyebaran virus Corona (Covid-19).
"Kan sudah ada surat edarannya tidak boleh ke luar kota gitu. Jadi kena sanksi juga, kena sanksi disiplin," kata Deputi bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini saat dihubungi detikcom, Jumat (27/3/2020).
Sanksi disiplin ini akan mempengaruhi sasaran kinerja pegawai (SKP). Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS), ada hukuman yang bakal diberikan jika PNS tidak memenuhi target kinerja.
Menurutnya, PNS yang tidak mencapai target kinerja bisa ditunda kenaikan pangkatnya. Hukumannya tergantung seberapa baik atau buruk kinerjanya.
"Bisa saja misalnya penundaan kenaikan pangkat kalau memang sudah terlalu berat, misalnya seperti itu," tambahnya.
Mengacu PP di atas, mengutip Pasal 56 PP sebenarnya sanksi yang diberikan bisa lebih berat, yaitu pemberhentian jika memang target kinerja tak tercapai.
"Pejabat pimpinan tinggi, pejabat administrasi, dan pejabat fungsional yang tidak memenuhi target kinerja dapat dikenakan sanksi administrasi sampai dengan pemberhentian," demikian dikutip dari Pasal 56 PP tersebut.