Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 27 tahun 2020 yang menghapus sementara persyaratan impor bawang putih dan bombai bagi pengusaha.
Dengan terbitnya aturan tersebut, Kemendag menegaskan pengusaha tak perlu mengajukan Surat Perizinan Impor (SPI) dan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) sampai 31 Mei 2020.
Namun, para importir mengaku belum memperoleh kejelasan dari Direktorat Jenderal Hortikultura sebagai pihak yang menerbitkan RIPH bahwa persyaratan itu dibebaskan. Sehingga, para importir khawatir jika barangnya masuk wilayah Indonesia bisa ditahan oleh Badan Karantina Kementan karena tak memiliki RIPH.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merespons kekhawatiran tersebut pihak Badan Karantina buka suara. Menurut Kepala Badan Karantina Ali Jamil, pihaknya sudah menerima instruksi dari hasil rapat koordinasi teknis (rakornis) yang dipimpin Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Selasa (24/3) lalu. Dari hasil rakornis tersebut, para pengusaha tak perlu melampirkan SPI dan RIPH ketika bawang putih dan bombai impornya masuk wilayah Indonesia.
"Permendag sudah terbit nomor 27 yang tidak mempersyaratkan SPI lagi bagi para importir, jadi sesungguhnya mereka (pemerintah) minta untuk tidak ada lagi cerita terkait dengan RIPH untuk kewajiban para importir," ungkap Ali kepada detikcom, Jumat (27/3/2020).
Namun, Badan Karantina akan tetap menjalankan tugasnya yakni memastikan bawang putih dan bombai impor yang masuk ke wilayah Indonesia memenuhi standar kualitas dan keamanan.
"Badan Karantina tugasnya memeriksa kesehatan barang dalam hal ini bawang putih dan bombai dari negara asal, dan kesehatan fisik barang yang bersangkutan. Sehat nggak bawang ini, jangan yang busuk atau rusak yang masuk. Jadi secara fisik dia itu sehat," terang Ali.
Sehingga, pihaknya tetap akan melarang masuk bawang putih dan bombai impor jika terbukti tak memenuhi standar kualitas dan keamanan untuk dikonsumsi di Indonesia.
"Beberapa dokumen kami harus memeriksa, begitu barangnya sandar di pelabuhan, nanti masuk ke terminal operator, atau terminal bongkar, nanti kita minta kontainer berapa yang harus diperiksa. Itu kita periksa di border, masih di perbatasan. Kalau itu barang tidak sehat atau tidak dilengkapi dokumen kesehatannya, itu pasti kita tolak. Nggak kita kasih masuk ke negara kita. Nah jadi secara fisik kita harus meminta itu," jelas Ali.
Ali mengungkapkan, ada beberapa dokumen fisik yang masih harus dilampirkan para pengusaha ketika pihaknya memerika bawang putih dan bombai impor yang masuk ke wilayah Indonesia.
Apa saja dokumen persyaratan tersebut? Buka halaman berikutnya.
Ada 4 Persyaratanbuat impor bawang putih dan bombai:
1. Phytosanitary Certificate (PC) yang diterbitkan otoritas Karantina Negara asal
"Ini sudah kesepakatan internasional. Sehingga impor bawang putih dan bombai harus dilengkapi dokumen PC itu. Kalau itu tidak ada pasti kita tolak barang ini, nggak boleh masuk ke negara kita," ujar Ali.
2. Prior Notice sebelum pengapalan
"Kemudian ada prior notice, ini juga dari dari negara asal, tanggal keberangkatan, ketibaan, kira-kira begitu isinya," imbuh dia.
3. Certificate of Analysis (CoA) dari laboratorium yang telah diregistrasi oleh Badan Karantina Pertanian, atau Health Certificate (HC) dari Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Negara asal
"Yang terpenting adalah informasi kesehatan atau keamanan pangan dari barang yang masuk ini. Itu namanya kita sebut Certificate of Analysist (CoA) itu dari laboratorium yang telah teregistrasi oleh kita di negara asal," papar Ali.
4. Bill of Loading atau Airway Bill untuk memastikan waktu pengapalan dan jumlah consignment yang diimpor
"Ini untuk memastikan waktu pengapalan dan jumlah consignment atau berapa kontainer total yang dia kirim. Nah itu kita harus tahu, kita harus periksa ditambah kemudian pemeriksaan fisik daripada media pembawa," urainya.
Selain 4 persyaratan di atas, Barantan juga akan meminta kesediaan para importir untuk menandatangani bahan evaluasi terkait RIPH. Barantan akan mencatat importir apakah memiliki atau tidak memiliki RIPH hanya sebagai bahan evaluasi untuk Direktorat Jenderal Teknis penerbit RIPH, Satgas Pangan, Kemendag sebagai penerbit SPI, Kemenko Perekonomian, dan Kementerian/Lembaga lain yang membutuhkan.
"Barantan diizinkan mencatat itu. Jadi kita mencatat teman-teman mitra ini apakah dia sudah memiliki RIPH atau belum, yang nanti jadi masukkan bagi Dirjen teknis apakah Kemendag dan Kementan, termasuk Ketua Satgas Pangan, dan tentunya Kemenko Perekonomian. Jadi itu artinya keputusan rakornis itu. Jadi itu yang kita jalankan," pungkas Ali.
(fdl/fdl)