Luhut Teken Aturan Ojol Boleh Angkut Penumpang

Luhut Teken Aturan Ojol Boleh Angkut Penumpang

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 13 Apr 2020 07:32 WIB
Penumpukan ojol di depan Stasiun Pal Merah.
Foto: Rolando/detikcom
Jakarta -

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) kemarin resmi keluar. Isinya mengenai sederet aturan transportasi yang berkaitan dengan pencegahan penyebaran COVID-19.

Beleid itu ditandatangani oleh Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Sebab dia ditunjuk sebagai Menteri Perhubungan Ad Interim menggantikan sementara Budi Karya Sumadi yang tengah menderita COVID-19.

Intinya Permenhub 18 Tahun 2020 itu mengatur transportasi mulai dari umum, pribadi hingga logistik yang berkaitan dengan penanganan COVID-19. Kebijakan ini juga diselaraskan dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga terkait mudik 2020.

Tapi sesaat kebijakan itu dikeluarkan langsung menimbulkan polemik. Hal itu berkaitan dengan kebijakan ojek online mengangkut penumpang.


Dalan kebijakan itu melarang ojol mengangkut penumpang. Tapi dalam peraturan itu juga memberikan pengecualian dan memperbolehkan mengangkut penumpang.

Lalu apa penjelasan Kemenhub?


Dalam pasal 11 ayat 1 butir c tegas berbunyi sepeda motor berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang

Namun dalam butir d disebutkan bahwa dalam hal tertentu untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan.

"Ada ketentuan mengenai sepeda motor baik pribadi maupun ojek dalam kondisi tertentu bisa mengambil penumpang dengan mengikuti protokol kesehatan, digunakan sesuai PSBB," kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati dalam konferensi pers virtual, Minggu (12/4/2020).

Dalam PM Nomor 18 Tahun 2020 itu dijabarkan mengenai sepeda motor bisa mengangkut penumpang. Pertama adanya aktivitas lain yang diperbolehkan selama PSBB.

Adita menjelaskan, dalam PSBB memang ada beberapa kegiatan yang masih diperbolehkan, termasuk jenis pekerjaan tertentu. Mereka dipandang masih membutuhkan angkutan untuk menuju tempat kerjanya.

Kedua, pengendara sepeda motor yang akan mengangkut penumpang wajib melakukan desinfeksi kendaraan dan perlengkapannya sebelum dan setelah selesai digunakan.

Ketiga menggunakan masker dan sarung tangan. Keempat tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit.

Nah pertanyaannya siapa yang akan mengawasi pengendara sepeda motor atau ojol melakukan persyaratan itu? Adita menjawab pemerintah juga akan menggandeng aplikator untuk melakukan pengawasan.


Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Hubdat) Kementerian Perhubungan (Kemhub) Budi Setiyadi menambahkan, aplikator diharapkan bisa membuat sistem yang mampu mengawasi pengendaranya untuk melakukan protokol tersebut jika ingin mengangkut penumpang.

"Jadi sebetulnya yang ada di peraturan sekarang mereka pada prinsipnya akan mengikuti keinginan dari pemerintah. Kalaupun nanti dari peraturan menteri kita akan masih bisa mengakut penumpang akan ada protokol ketat itu. Diharapkan ada algoritma mereka. Misalnya yang boleh pengemudi seperti apa, dan itu akan disediakan oleh aplikator. Saya sudah sampaikan ke mereka," tegasnya.


Permenhub itu dianggap bikin bikin bingung. Salah satu hal yang rancu adalah tentang pembatasan kegiatan ojol yang tidak boleh angkut penumpang, tapi masih diperbolehkan dalam kondisi tertentu.

"Apabila diterapkan, siapa petugas yang akan mengawasi di lapangan dan apakah ketentuan tersebut akan ditaati pengemudi dan penumpang sepeda motor? Bagaimana teknis memeriksa suhu tubuh setiap pengemudi dan penumpang?" kata Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno dalam keterangan tertulis, Minggu (12/4/2020).

Menurut Djoko jika itu diterapkan pemerintah harus menyediakan tambahan personil dan anggaran untuk melengkapi pengadaan pos pemeriksaan.

"Pasti ribet urusan di lapangan. Dan mustahil dapat diawasi dengan benar. Apalagi di daerah, tidak ada petugas khusus yang mau mengawasi serinci itu. Jika dilaksanakan akan terjadi kebingungan petugas di lapangan dengan segala keterbatasan yang ada," tegasnya.

Djoko menilai pasal tersebut untuk mengakomodir kepentingan bisnis aplikator transportasi daring. Padahal Pemrov DKI Jakarta dan aplikator selama pelaksanaan PSBB di Jakarta sudah mau taat aturan yang sudah diberlakukan.

"Masyarakat pasti akan taat aturan selama tidak ada diskriminasi di lapangan. Dan jika diterapkan, akan menimbulkan keirian moda transportasi yang lain, sehingga aturan untuk menerapkan jaga jarak fisik penggunaan sepeda motor tidak akan terjadi. Juga nantinya akan merambat ke jenis angkutan lainnya," tambahnya.


Kebijakan Kemenhub itu dipandang juga kontra produktif dengan kebijakan Kemenkes. Sebab pada Pasal 15 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 menyatakan, bahwa ojek daring hanya boleh beroperasi mengangkut barang, bukan orang. Sesungguhnya, permintaan supaya pengemudi ojek daring untuk tetap dapat membawa penumpang sangat jelas melanggar esensi dari menjaga jarak fisik (physical distancing).

"Sebaiknya segera cabut dan revisi Permenhub. Nomor 18 Tahun 2020. Abaikan kepentingan bisnis sesaat yang menyesatkan. Utamakan kepentingan masyarakat umum demi segera selesainya urusan penyebaran wabah virus Corona (COVID-19) yang cukup melelahkan dan menghabiskan energi bangsa ini," tegasnya.


Hide Ads