Jakarta -
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap tegas melarang ojek online (ojol) angkut penumpang, sesuai dengan aturan dari Menteri Kesehatan. Sementara itu menurut aturan Kementerian Perhubungan yang ditanda tangani Menhub Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan, ojol boleh mengangkut penumpang.
Menanggapi polemik ini, Luhut mengatakan bahwa pihaknya memang mempersilakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk melarang ojol bawa penumpang.
"Dengan Gubernur DKI sudah saya sampaikan silakan saja (melarang ojol)," tegas Luhut dalam video conference bersama wartawan, Selasa (14/4/2020).
Pasalnya, penerapan aturan yang ditekennya ini dikembalikan ke daerah. Sementara itu, karakteristik daerah di Indonesia berbeda-beda.
"Aturan Permenhub itu dibuat untuk seluruh Indonesia, sehingga Pemda bisa atur sendiri kebutuhannya. DKI nggak bolehkan ya silakan urusan dia, Pekanbaru misalnya dia bolehkan, kan tiap daerah punya lebihnya," jelas Luhut.
Polemik ini seakan-akan menimbulkan kesan bahwa pemerintah pusat tidak saling koordinasi dalam menyusun kebijakan. Luhut menegaskan bahwa pemerintah tetap berkoordinasi dengan baik.
"Yang jelas ini semua kita (pemerintah) koordinasikan ya, dengan baik. Dengan Pak Terawan Menkes maupun dengan Gubernur DKI. Nggak betul juga kalau orang bilang nggak koordinasi," kata Luhut.
Kebijakan operasional ojol ini juga membuktikan bahwa ada ketidakkompakan antara pemerintah pusat, apa dampaknya?
Pengamat Perkotaan dan Transportasi dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna menilai perbedaan aturan tersebut justru akan memicu ketidakpercayaan yang mendalam dari masyarakat kepada pemerintah. Sehingga akibatnya justru menimbulkan ketidakdisiplinan yang tidak terkendali.
"Jadi ini memunculkan distrust, ada ketidakpercayaan, pemerintah tidak kompak, masyarakat itu bingung mau siapa yang dipatuhi, siapa yang ditaati, jadi kalau pemerintahnya tidak tegas akhirnya masyarakat malah mengikuti anjuran-anjuran yang ada di media sosial. Karena Media Sosial bisa begitu banyak membanjiri dengan begitu banyak pula kepentingan di dalamnya," ujar Yayat kepada detikcom, Senin (13/4/2020).
Yayat khawatir kemudian masyarakat bisa semakin tak disiplin dan aktivitas di luar rumah menjadi masif kembali.
"Ketika membolehkan ini kan akan mendorong orang bergerak kemana-mana, ini kan jadi hal yang dilema, ada inkonsistensi di dalamnya," sambungnya.
Sebelumnya, dalam Permenhub 18 tahun 2020, pasal 11 ayat 1d, disebutkan bahwa dalam hal tertentu untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan.
Padahal, dalam Pasal 15 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 dinyatakan bahwa ojek daring hanya boleh beroperasi mengangkut barang, bukan orang. Bahkan aturan ini sudah terbit seminggu lebih dulu dibanding aturan yang dibuat Kemenhub.
Aturan tersebut juga diadaptasi Anies dalam Peraturan Gubernur no 33 tahun 2020. Dalam aturan itu dia juga melarang ojol untuk mengangkut penumpang, dan hanya boleh beroperasi mengangkut barang.
Simak Video "Video: Driver Ojol Ancam Gelar Aksi Lebih Besar Jika Regulasi Tak Berubah"
[Gambas:Video 20detik]