RI Masih Genjot Ekspor di Tengah Corona

RI Masih Genjot Ekspor di Tengah Corona

Hendra Kusuma - detikFinance
Kamis, 16 Apr 2020 08:28 WIB
Aktivitas truk kontainer di Jakarta Utara kembali beroperasi. Kini truk-truk tersebut sudah memenuhi jalan di kawasan Tanjung Priok.
Foto: Pradita Utama
Jakarta - Kinerja ekspor Indonesia saat ini berada di tren yang baik lantaran lebih tinggi dibandingkan impor. Hal itu membuat neraca perdagangan surplus di bulan Maret 2020.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor selama Maret tahun ini sebesar US$ 14,09 miliar, sedangkan impor senilai US$ 13,35 miliar. Dengan begitu, neraca perdagangan Indonesia surplus US$ 0,74 miliar atau US$ 743 juta.

Sedangkan secara kumulatif atau dari Januari-Maret 2020, neraca perdagangan Indonesia juga masih surplus US$ 2,62 miliar. Hal itu berasal dari nilai ekspor yang mencapai US$ 41,79 miliar dan nilai impor sebesar US$ 39,17 miliar.

BPS mencatat tujuan ekspor Indonesia paling banyak masih ke China. Nilai ekspor Indonesia pada Maret 2020 sebesar US$ 14,09 miliar, sekitar 15,11% ke negeri Tirai Bambu.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan ada beberapa kelompok barang yang mengalami peningkatan selama Maret 2020. Mulai dari besi dan baja, bijih, terak, dan abu logam, hingga bahan bakar mineral.

"Besi dan baja dilakukan ke Tiongkok, Taiwan, dan India," kata Suharyanto dalam video conference di kantornya, Jakarta, Rabu (15/4/2020).


Selama Maret 2020, ekspor Indonesia juga mengalami peningkatan ke beberapa negara seperti Hong Kong meningkat US$ 177,1 juta menjadi US$ 357,3 juta. China meningkat US$ 103,6 juta menjadi US$ 1,9 miliar. Vietnam meningkat US$ 102,7 juta menjadi US$ 472,8 juta. Bangladesh meningkat US$ 89,8 juta menjadi US$ 270,7 juta, dan Turki meningkat US$ 48,4 juta menjadi US$ 124,3 juta.

Pangsa ekspor Indonesia selama Maret tahun ini paling besar masih ke China dengan porsi 15,11%, disusul oleh Amerika Serikat (AS) sebesar 12,24%, lalu Jepang sebesar 8,68%. Sedangkan ke ASEAN sebesar 22,92%, dan Uni Eropa sebesar 8,82%.

Meski demikian, neraca perdagangan Indonesia dengan China selama Januari-Maret tahun ini tekor alias defisit sebesar US$ 2,94 miliar. Angka defisit itu lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 5,18 miliar.

Suhariyanto mengatakan, neraca perdagangan Indonesia juga mengalami defisit dengan Australia dan Thailand.

"Dengan beberapa negara masih defisit. Misalnya Australia defisit, Thailand defisit, dengan Tiongkok defisit 2,9 miliar dolar AS dengan catatan defisit triwulan I ini lebih kecil dibandingkan defisit Januari-Maret 2019 sebesar 5,18 miliar dolar AS," kata Suhariyanto dalam video conference di kantornya, Jakarta, Rabu (15/4/2020).

Defisit neraca perdagangan dengan Australia selama Januari-Maret 2020 sebesar US$ 562 juta, sedangkan dengan Thailand nilainya sebesar US$ 892 juta.

Khusus dengan China, selama Maret tahun ini nilai impor dari negeri Tirai Bambu mencapai US$ 2,98 miliar atau naik US$ 1,0 miliar. Peningkatan ini, kata pria yang akrab disapa Kecuk ini karena cepatnya pemulihan industri di sana di tengah pandemi virus Corona (COVID-19).


Neraca perdagangan Indonesia juga ada yang surplus dengan beberapa negara. Seperti dengan Amerika Serikat sebesar US$ 3,0 miliar, dengan India sebesar US$ 1,9 miliar, dan dengan Belanda sebesar US$ 535 juta.

"Dengan negara mana saja kita surplus, dengan AS kita surplus 3 miliar dolar, dengan India kita juga surplus 1,9 miliar dolar, sementara dengan Belanda masih surplus 535 juta dolar," ungkap dia.


(hek/ang)

Hide Ads