DDTC Fiscal Research mengungkapkan bahwa penerimaan pajak berbagai negara bakal terus tumbuh negatif hingga akhir 2020 mendatang. Hal itu terjadi karena banyak negara yang senantiasa bergantung pada instrumen pajak sebagai upaya melawan pandemi COVID-19.
"Meskipun instrumen pajak semakin menjadi andalan dari berbagai negara untuk menangani COVID-19, perlu dicatat bahwa kinerja penerimaan pajak sendiri juga terancam mengalami pertumbuhan negatif," ujat peneliti DDTC
Khusus di Indonesia, penerimaan pajak RI hingga akhir 2020 diprediksi minus 8,2%-8,5%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Begini Dampak Corona Buat Penerimaan Pajak |
"Jika berkaca pada kinerja pajak kuartal pertama dan tren tahun-tahun sebelumnya, DDTC Fiscal Research juga menghasilkan prediksi sementara, yaitu berkisar antara Rp 1.218,3 triliun hingga Rp 1.223,2 triliun atau 97,2% hingga 97,6% dari outlook pemerintah. Dengan kata lain, kinerja penerimaan pajak tahun ini diestimasi tumbuh antara -8,5% hingga -8,2%," tuturnya.
Hal itu diyakini Denny mungkin terjadi sebab sampai akhir Maret 2020 saja penerimaan pajak Indonesia sudah minus 2,5%. Sedangkan, instrumen pajak yang terus dipergunakan pemerintah untuk menyelamatkan ekonomi saat ini terus bertambah.
"Per Maret 2020 saja, berdasarkan data yang dirilis Kementerian Keuangan, penerimaan pajak sudah tumbuh negatif 2,5%," tambahnya.
Adapun instrumen pajak yang paling terdampak akibat diserang Corona ini adalah pajak penghasilan, baik yang berasal dari orang pribadi maupun badan.
"Sebab, aktivitas ekonomi para pelaku usaha banyak yang terhambat akibat keterbatasan mobilitas, baik dalam maupun antarnegara. Selain itu, tidak mengherankan pajak berbasis kegiatan impor juga berpotensi paling terdampak," ucapnya.
Meski demikian, PPh Pasal 21 berpotensi masih menjadi andalan. Sebagaimana tercatat per Maret 2020, PPh yang berasal dari karyawan masih tumbuh 4,94% meskipun menurun dibandingkan pada 2019 yang tumbuh sebesar 14,7%.
"Jika pemerintah mampu mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja, PPh Pasal 21 diproyeksi masih dapat menjadi salah satu andalan sumber penerimaan," katanya.
Selain itu, PPN juga dapat menjadi andalan selama tingkat konsumsi masyarakat domestik terjaga. Hingga Maret 2020, penerimaan PPN masih tumbuh sebesar 10,27%. Hal ini tercermin dari outlook perekonomian pemerintah yang menilai tingkat konsumsi rumah tangga masih akan tumbuh berkisar 3,2% sepanjang tahun.
"Hanya saja, PPN berbasis impor tampaknya akan menghasilkan pertumbuhan yang negatif akibat menurunnya perdagangan internasional," pungkasnya.
(fdl/fdl)