Berdasarkan catatan Apindo, mudik lebaran tahun lalu, setidaknya ada Rp 10,3 triliun perputaran uang dari Jabodetabek ke Pulau Jawa.
"Kebijakan ini dapat mempengaruhi sektor bisnis di daerah-daerah akibat penurunan perputaran uang yang pada tahun lalu mencapai Rp 10,3 triliun dari Jabodetabek ke pulau Jawa," kata Shinta kepada detikcom, Rabu (22/4/2020).
Meski demikian, pihaknya tetap mendukung kebijakan larangan mudik tersebut. Lantaran dianggap paling tepat dalam memutus rantai penyebaran COVID-19.
"Walaupun kebijakan ini dapat menekan perekonomian regional serta pertumbuhan ekonomi di daerah, kebijakan ini dianggap penting untuk menekan laju penyebaran COVID-19 dan mencegah kelumpuhan ekonomi jangka panjang," tambahnya.
Tanpa kebijakan larangan mudik, akan ada lebih banyak sektor ekonomi yang dapat lumpuh karena COVID-19, mulai dari rantai pasokan, harga komoditas, hingga indeks kepercayaan bisnis (BCI).
"Semakin besar sebaran virus COVID-19, semakin besar pula dampaknya terhadap perekonomian secara keseluruhan yang berakibat melumpuhkan banyak sektor, rantai pasokan, harga komoditas dan juga business confidence. Kuncinya, semakin cepat pemulihan negara dari COVID-19, semakin cepat pula pemulihan ekonomi," paparnya.
Untuk menyiasatinya kondisi saat ini, Shinta menawarkan beberapa strategi khusus kepada pemerintah di antaranya adalah percepatan realisasi stimulus baik fiskal maupun non-fiskal di sektor riil dan rumah tangga bahkan informal. Percepatan realisasi stimulus ini penting demi menjaga kelancaran perputaran barang dalam negeri maupun luar negeri.
"Strategi khususnya untuk menghadapi situasi ini tentu melalui percepatan realisasi stimulus. Demi menjaga perekonomian agar tidak mengalami resesi yang lebih dalam lagi dan utamanya meningkatkan kapasitas sektor kesehatan agar customer, industri dan investor confidence baik dalam atau luar negeri meningkat atau pulih," tutupnya.
(ang/ang)