PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau IPC mencatatkan laba bersih 2019 sebesar Rp 2,50 triliun. Angka ini naik 3% atau Rp 73,1 miliar dibanding 2018, yang mencapai Rp 2,43 triliun. Sementara itu, pendapatan usaha mencapai Rp 11,14 triliun, atau turun 2,5% dibanding capaian 2018 yang sebesar Rp 11,43 triliun.
Pihaknya mencatatkan setoran pajak kepada negara sebesar Rp 1,17 triliun, atau naik Rp 8 miliar dari tahun 2018. Sedangkan deviden yang disetor ke negara mencapai Rp 832,7 miliar, atau naik Rp 178,8 miliar dibanding 2018.
"Di tengah melambatnya arus ekspor/impor di tahun 2019, IPC berhasil melampaui capaian laba bersih tahun 2018. Kami akan terus melakukan inovasi untuk menjaga tren positif perolehan laba bersih perseroan," kata Direktur Utama IPC Arif Suhartono dalam keterangan resmi yang dikutip detikcom, Kamis (30/4/2020).
Sepanjang tahun 2019, IPC berhasil membukukan peningkatan nilai aset korporasi sebesar Rp 608 miliar, dari Rp 51,4 triliun menjadi Rp 52,04 triliun.
Arif menjelaskan, pendapatan perusahaan memang sangat berkaitan dengan keluar masuk (throughput) peti kemas. Tahun 2019, trafik peti kemas berhasil dipertahankan di angka 7,6 juta TEUs. "Figur ini cukup positif di tengah perlambatan perekonomian dunia," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sepanjang 2019, IPC terus menambah kedatangan kapal-kapal besar. Dalam sebulan minimal terdapat 8 kapal raksasa (mother vessel) berkapasitas di atas 10 ribu TEUs yang berlabuh di Tanjung Priok. Untuk menjaga trafik peti kemas, IPC juga akan memperbanyak rute pelayaran langsung (direct call) ke berbagai benua. Saat ini Tanjung Priok sudah melayani direct call ke Amerika, Eropa, Australia dan China.
Meskipun tren kenaikan laba bersih dipertahankan, Arif mengakui ada beberapa catatan untuk perbaikan kinerja perusahaan. Apalagi tahun ini terdapat pandemi COVID-19 yang tentunya sangat berpengaruh pada trafik peti kemas.
"Kondisi ini terjadi di hampir semua pelabuhan dunia. Namun kami akan tetap berupaya agar kinerja perusahaan terjaga," katanya.
Pada periode Januari-Februari 2020, terjadi penurunan throughput peti kemas sebesar 5,13%. Penurunan itu merupakan dampak langsung dari COVID-19. Penurunan arus peti kemas di dua bulan pertama 2020 sedikit tertahan pada periode Maret.
"Kita berharap pandemi global COVID-19 segera berlalu, dan aktivitas produksi, ekspor, maupun impor bisa bergerak naik," ujar Arif.
Sejak kuartal pertama 2020, IPC sudah merespons pelambatan ekonomi global dengan mengatur pelayanan yang efektif, yang tetap mengutamakan kualitas. Arif mencontohkan operasional di Terminal, di mana deployment diperhitungkan sesuai dengan jadwal kedatangan kapal.
"Operasional kepelabuhanan tetap berjalan di tengah pembatasan aktivitas masyarakat secara umum," katanya.
(fdl/fdl)