Pengusaha Sebut BPNT Jadi Biang Kerok Harga Beras Mahal

Pengusaha Sebut BPNT Jadi Biang Kerok Harga Beras Mahal

Vadhia Lidyana - detikFinance
Kamis, 30 Apr 2020 17:30 WIB
Pekerja memeriksa kualitas beras di Gudang Perum Bulog Sub Divre Pekalongan, Desa Munjung Agung, Tegal, Jawa Tengah, Selasa (7/4/2020). Menurut Perum Bulog Sub Divre Pekalongan, jelang Ramadan dan upaya penanganan COVID-19 stok beras di wilayah Pekalongan, Tegal dan Brebes cukup untuk enam bulan kedepan sebanyak 30.000 ton setara beras. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/hp.
Foto: ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Jakarta -

Harga beras medium hari ini menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) berada di level Rp 11.800-12.000/kg. Angka tersebut menunjukkan harga beras medium lebih tinggi atau di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 9.450-10.250/kg.

Menurut Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Sutarto Alimoeso penyebab utamanya adalah harga gabah yang menyebabkan ongkos produksi beras medium tinggi.

"Untuk mencapai medium dengan HET Rp 9.450 sampai konsumen, dengan harga gabah sekarang ini tidak akan terpenuhi. Tidak mungkin, sekarang kan harga gabah Rp 4.600-5000 lebih per kilogramnya," kata Sutarto kepada detikcom, Kamis (30/4/2020).

Selain itu, peralihan program bansos dari Rastra ke Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) juga menjadi salah satu penyebabnya. Saat ini, BPNT dibuka untuk pasar bebas, atau pemasok produk-produknya tak hanya Perum Bulog, pengusaha swasta pun diperbolehkan.

Menurut Sutarto, hal ini menyebabkan pembelian beras medium beserta volume penyerapannya tak beraturan.

Pasalnya, permintaan akan beras dari program BPNT ini sangat besar. Dengan tak adanya ketentuan volume penyerapan, dengan harga berapa, diserap dari mana, menyebabkan harga beras medium hanya mengikuti aktivitas di lapangan.

"Sekarang dari siapa sih permintaan beras yang besar di lapangan ini? Kan itu BPNT. Nah BPNT itu tidak ada standar. Sehingga banyak pelaku usaha itu yang membuat harga sekehendaknya saja, dan kualitasnya sekehendaknya. Kalau dulu raskin atau rastra standar harga jelas dari Bulog. Sekarang kan pasar bebas," imbuh Sutarto.

Ia mengatakan, para pemasok beras di program BPNT pada umumnya membeli beras medium dari distributor, bahkan tak langsung ke produsen. Mekanisme pasar inilah yang menyebabkan harga beras medium betah di atas HET.


"Alasannya supaya kualitas lebih baik. Ya memang lebih baik di atas medium, tapi harganya tidak standar. Jadi dinaikkan sedikit saja kualitasnya, tapi nilai keuntungan yang dimainkan beberapa pihak jadi naik. Kalau dulu kan ada standar. Sekarang beda-beda, ada yang Rp 10.000-11.000/kg. Itu yang juga menyebabkan HET medium ini tidak terpenuhi," urainya.

Selain itu, di tengah pandemi Corona ini menurut Sutarto permintaan akan beras meningkat, bahkan sampai 50%.

"Sekarang permintaan banyak, meningkat, makanya kenapa harga sedikit bergerak. Dari BPNT, bansos kan sekarang lagi banyak, lalu masyarakat dari LSM, masyarakat umum sekarang bagi-bagi sembako. Nah permintaan sampai 50% meningkatnya. Bahkan kemarin sampai teman-teman harus lembur untuk menggiling, terutama di Pulau Jawa. Karena permintaan yang meningkat itu di Jakarta, kemudian diikuti daerah lain seperti Surabaya, Semarang, dan sebagainya," pungkasnya.




(ang/ang)

Hide Ads