Menteri Riset, Teknologi dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan, Mobile Laboratary BSL2 merupakan fasilitas yang disiapkan untuk pengujian secara massal.
"Untuk memudahkan upaya tes secara massal maka BPPT mempunyai inovasi BSL2 bersifat mobile di mana BSL2 bisa rapid test bisa dilakukan PCR maupun pemeriksaan darah secara umum," katanya dalam rapat gabungan bersama DPR, Selasa kemarin (5/5/2020).
Dengan fasilitas tersebut, maka masyarakat tak perlu berbondong-bondong ke rumah sakit. Bambang bilang, layanan ini bersifat pengembangan dan diharapkan operasi pada 20 Mei mendatang.
"Kita harapkan karena mendekati para calon pasien ataupun masyarakat yang ingin mengecek bagaimana kondisi kesehatannya maka bisa dilakukan secara drive thru. Tentunya mencegah orang datang ramai-ramai ke rumah sakit," ujarnya.
"Ini tahapan perkembangan kita harapkan 20 Mei siap operasional," sambungnya.
Bambang menuturkan, BSL2 ini berwujud kontainer. Kontainer sendiri mengingatkan pada film Transformers di mana terdapat sosok Optimus Prime yang berupa truk kontainer. Adapun kapasitas pengujian BSL2 sampai 260 sampel per hari.
"Ini menggunakan kontainer berukuran 20 feet dan dalam pengujian bisa menguji sampai 260 sample per hari," tambahnya.
Adakah Mafia Alkes?
Sementara, Anggota Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman mengusulkan dibentuknya panitia kerja (panja) atau panitia khusus (pansus) gabungan untuk membongkar mafia kesehatan.
"Saran saya pimpinan melalui rapat gabungan ini kita dorong untuk dibentuk apakah itu panja gabungan, atau pansus untuk khusus menyoroti mafia kesehatan," kata dia Selasa (5/5/2020).
Hal tersebut menurutnya perlu dilakukan karena melihat lambatnya gerak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mendorong produksi alat kesehatan (alkes) dalam negeri guna memenuhi kebutuhan saat pandemi virus Corona (COVID-19).
Namun dalam raker gabungan tersebut, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto berhalangan hadir. Kembali ke persoalan yang dia sampaikan, menurutnya saat ini Kemenkes terkesan menghambat produksi alkes dalam negeri dan lebih mengutamakan produk-produk impor.
"Saya fraksi Golkar dari Komisi VII melihat dan membaca ada indikasi permainan mafia kesehatan di Kementerian Kesehatan, yang seakan-akan membuat dan membangun sistem yang fungsi sistem itu adalah menolak produk-produk yang ada di dalam negeri, di mana lebih mendorong dan memprioritaskan produk-produk impor yang masuk," jelasnya.
(acd/ang)