Jakarta -
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2020 di luar perkiraan pemerintah. Berdasarkan forecast yang dibuat Kementerian Keuangan berada di kisaran 4,5-4,6% di kuartal I-2020.
"Itu jauh dari perkiraan awal," kata Sri Mulyani saat raker bersama Komisi XI DPR via virtual, Jakarta, Rabu (6/5/2020).
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi hanya 2,97% di kuartal I-2020, angka tersebut terkontraksi -2,41% jika dibandingkan dengan kuartal IV-2019.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengungkapkan pelemahan daya beli atau tingkat konsumsi rumah tangga menjadi penyebab utama melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional.
"Konsumsi drop, itu efek dominonya ke permintaan lain, walaupun itu hanya Maret tapi sangat dalam pengaruhnya," jelasnya.
Daya beli atau tingkat konsumsi rumah tangga memiliki kontribusi besar terhadap pembentukan ekonomi tanah air, kontribusinya sekitar 56%. Konsumsi rumah tangga sendiri hanya tumbuh di level 2,84% dibandingkan kuartal I-2019 yang sebesar 5,02%.
Kontribusi terbesar kedua, berdasarkan data BPS sekitar 32% disumbang oleh investasi, lalu lalu 18% dari ekspor, sekitar 6% berasal dari konsumsi pemerintah, dan 1,36% dari konsumsi LNPRT, dan seluruhnya dikurangi oleh impor yang minus sekitar 18%.
Jika dilihat dari kuartal per kuartal (q-to-q), seluruh komponen pengeluaran negatif. Di mana, konsumsi rumah tangga berada di level -1,97%, konsumsi LNPRT pun -2,10%, konsumsi pemerintah -44,02%, investasi -7,89%, ekspor -6,37%, dan impor -11,89%.
Sedangkan dilihat dari tahun ke tahun (year on year/yoy) alias perbandingan kuartal I-2020 dengan kuartal I-2019, konsumsi rumah tangga berada di level 2,84% atau turun drastis dari 5,02%. Untuk investasi tumbuh melambat di 1,70% dari sebelumnya 5,03%. Sedangkan ekspor masih tumbuh 0,24% dari sebelumnya negatif -1,58%, konsumsi pemerintah berada di angka 3,74% dari sebelumnya 5,22%. Untuk konsumsi LNPRT minus -4,91% dari yang tadinya tumbuh 16,96%.
Sri Mulyani memperkirakan daya beli masyarakat atau tingkat konsumsi rumah tangga akan merosot tajam pada kuartal II-2020, atau lebih lemah dibandingkan dengan realisasi daya beli pada kuartal I-2020.
"Kuartal II kita harus antisipasi lebih dalam lagi jatuhnya," kata Sri Mulyani saat raker dengan Komisi XI DPR via virtual, Jakarta, Rabu (6/5/2020).
Potensi pelemahan daya beli pada kuartal II-2020, kata Sri Mulyani dikarenakan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) semakin luas dan tidak seperti pada kuartal sebelumnya yang hanya berlaku di Jabodetabek.
Menurut dia, PSBB yang berlaku di Jabodetabek saja sudah membuat daya beli masyarakat merosot tajam. Wanita yang akrab disapa Ani ini menjelaskan andil tingkat konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi sekitar Rp 9.000 triliun atau 56%, di mana sekitar Rp 5.000 triliun berasal dari Pulau Jawa.
"Orang kalau di rumah cuma makan saja, tidak keluar transport. Kalau tahun lalu kan konsumsi itu Rp 9.000 triliun lebih, Pulau Jawa 55% lebih dari Rp 5.000 triliun, sekarang kalau Rp 5.000 triliun di rumah ya tidak akan sampai, memang dampaknya berat bangat dalam kuartal II, makanya Presiden bilang fokusnya ke situ," ungkap dia.