Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menyampaikan Nilai Tukar Petani (NTP) anjlok menjelang kemarau. Anjloknya NTP ini menunjukkan kesejahteraan petani yang juga kian seret. Menurut Henry penurunan terjadi sejak ada kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
"Posisi NTP April di 100,32 ini hanya sedikit berada di atas angka 100 yang menjadi standar impas petani, sekaligus rendahnya daya beli petani dan kesejahteraannya," ujar Henry kepada detikcom, Selasa (12/5/2020).
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) NTP April 2020 mengalami penurunan 1,73% dibandingkan NTP Maret 2020, yaitu dari 102,09 menjadi 100,32.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penurunan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) turun sebesar 1,64%, sedangkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) naik sebesar 0,10%. Penurunan NTP ini diikuti dengan naiknya Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) petani.
Konsumsi Rumah Tangga Petani merupakan salah satu komponen Nilai yang dibayar oleh petani. Secara nasional, pada April 2020 terjadi kenaikan IKRT sebesar 0,11% sebagai dampak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) COVID-19, terkhusus makanan, minuman, komunikasi, kebutuhan rutin dan jasa lainnya.
Akibat NTP yang turun tersebut harga beberapa bahan pangan juga mengalami penurunan drastis. Henry mengungkapkan bahwa pada akhir April lalu harga Gabah Kering Panen (GKP) berada di Rp 4.350, Gabah Kering Giling (GKG) di Rp 5.350.
"Ini jauh turun jika dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Apakagi ada kenaikan biaya konsumsi rumah tangga selama COVID-19 dan biaya produksi," sambungnya.
Sementara itu, untuk NTP tanaman perkebunan April berada di 100,82 turun 2,48 dari bulan sebelumnya. Hal ini terlihat dari kondisi petani di lapangan.
"Di Kabupaten Tebo harga karet per kilogram berada di kisaran Rp 4.800 - Rp 5.400. Harga Rp 5.400 hanya untuk kualitas yang bagus. Sementara bulan sebelumnya harga masih bisa mencapai Rp 6.200 per kilogram," jelasnya.