Namun, Bulog mengalami kendala saat menyerap beras dari hasil panen para petani di Sulteng. Menurut Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Bulog Tri Wahyudi Saleh, hal tersebut disebabkan kualitas hasil panen di wilayah tersebut tak memenuhi standar akibat musim hujan.
"Di Sulteng Bulog nggak membeli, karena kondisi kadar airnya di atas 35% karena musim hujan. Kotorannya juga tinggi sekali. Lalu siapa yang menanggung karena risikonya tinggi sekali," ungkap Tri dalam diskusi online P2N PBNU, Senin (18/52020).
Menurut Tri, jika Bulog menyerap beras dari hasil panen tersebut risikonya besar, dan berasnya terancam mengendap di gudang tanpa bisa disalurkan. Hal tersebut berpotensi mencetak rugi bagi Bulog.
"Kami belum berani karena ini kaitannya dengan kerugian. Kenapa beli di bawah standar sementara standar seperti ini," imbuh dia.
Sebagai perusahaan pelat merah, Bulog harus berhati-hati dalam menggunakan anggaran perusahaan.
"Sebab, kami diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan," tegas dia.
Namun, ia memastikan pasokan beras di wilayah tersebut akan tetap dipenuhi. Secara nasional, Bulog saat ini sudah menyerap 320.000 ton dari target 1,4 juta ton, dan akan didistribusikan ke wilayah-wilayah yang defisit akan pasokan beras.
"Untuk gabah beras di Sualwesi Selatan, Sulawesi Barat, dan NTB kami movement ke wilayah timur. Jadi kami bukan omong kosong, semua gudang sudah ada beras," pungkasnya.
(hns/hns)