Menanggapi itu, Managing Director Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Toto Pranoto menilai konsep ini bagus di atas kertas.
"Ya ini perubahan approach klaster BUMN saja, sekarang beralih ke pendekatan value chain. Jadi BUMN digabungkan berdasarkan flow rantai nilai, dari hulu ke hilir. PTPN dan sebagian RNI ada di hulu, geser ke Bulog di hilir. Di atas kertas konsep bagus saja," katanya kepada detikcom, JUmat (22/5/2020).
Namun begitu sejumlah pekerjaan rumah mesti diselesaikan, khususnya di bagian hulu. Lantaran, ada kebutuhan modernisasi.
"Problem besar adalah kebutuhan modernisasi di sektor hulunya. Misal pabrik-pabrik gula BUMN sudah sangat tua dan tidak efisien. Perlu investasi besar perbaiki sektor off farm ini," ujarnya.
"Sementara di level produktivitas lahan (on farm) perlu ditingkatkan, terutama kerja sama BUMN dengan petani lokal (program inti plasma), di mana standarisasi kualitas produk dan produktivitas perlu dijaga," ujarnya.
Lanjutnya, jika masalah itu bisa diselesaikan maka akan membuat biaya menjadi lebih efisien. Kemudian, akan meningkatkan produktivitas.
"Ya integrasi hulu hilir bisa meningkatkan value, berupa cost structure yang bisa lebih efisien dan prospek ketersediaan (availibility) yang lebih tinggi," ujarnya.
(acd/dna)