Jakarta -
Para peritel dan restoran di Amerika Serikat (AS) yang sempat tutup akibat pandemi virus Corona (COVID-19) telah buka kembali. Karyawan telah mulai menjajakan barangnya di toko.
Namun beberapa hari terakhir, protes yang dipicu oleh kematian George Floyd di Minneapolis menyebabkan toko-toko pecah dan berbuntut penjarahan sehingga memaksa banyak toko kembali ditutup.
Selama akhir pekan, pengunjuk rasa yang berbasis di kota-kota termasuk New York, Dallas, Atlanta, dan Chicago, melakukan protes menuntut keadilan bagi Floyd. Bentrokan keras dengan polisi pun tak bisa dihindarkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Outlet Chanel dan Coach juga dijarah di distrik perbelanjaan mewah SoHo dan Fifth Avenue di Manhattan. Toko utama Nordstrom di Seattle dan Target Corporation di Minneapolis sangat rusak dan perlu dibangun ulang.
Di pusat kota Dallas, jendela kaca di bagian depan toko utama Neiman Marcus hancur, yang menambah beban berat toko yang sebelumnya dirundung kerugian imbas pandemi.
Berlanjut di halaman berikutnya.
Aksi unjuk rasa ini telah menambah daftar panjang tekanan berat bagi peritel dan restoran. Perusahaan-perusahaan harus memutar otak agar bisnis tetap berjalan di tengah toko yang tutup, menghentikan layanan makan malam dan menggeser seluruh bisnis ke online. Beberapa di antaranya berisiko bangkrut.
Di toko-toko yang tetap buka seperti Walmart dan Target, pekerjanya harus berhadapan dengan ancaman virus Corona. Pandemi itu membuat upah yang rendah hingga membuat tak sedikit dari mereka melakukan aksi mogok kerja.
"Ini adalah bencana nasional," kata Analis Ritel Forrester, Sucharita Kodali dilansir CNBC, Selasa (2/6/2020).
Salah satu kelompok perdagangan nasional, Asosiasi Industri Ritel mengakui unjuk rasa ini akan mengganggu para peritel untuk memulihkan bisnisnya dari dampak pandemi.
"Kematian George Floyd yang tidak masuk akal dan kekerasan yang terjadi beberapa malam terakhir telah menghancurkan lebih dari sekadar etalase. Itu telah menghancurkan kepercayaan suatu negara yang telah berjuang dengan kecemasan, frustrasi, dan ketakutan," kata Presidennya, Brian Dodge dalam sebuah pernyataan.