Pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sedang berjuang bertahan hidup di tengah pandemi COVID-19. Beberapa hal yang terpaksa dilakukan adalah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga meminta karyawan cuti tanpa dibayar.
Manajer Proyek SCORE-ILO Januar Rustandie menjelaskan bahwa dari 571 pelaku UMKM yang disurvei, 90% mengaku arus kas keuangan (cash flow) amat terganggu, dan 52% UMKM kehilangan pendapatan hingga 50% dari yang mereka biasa peroleh.
"Sekitar 63% UMKM yang kami survei terpaksa menghentikan karyawannya. Dan memohon mereka untuk mengambil cuti, ada yang berbayar dan ada yang tidak berbayar. Dan ada juga yang terkena PHK," kata dia dalam diskusi online yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Rabu (3/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan hasil survei yang juga dilakukan pihaknya, ada beberapa hal yang dilakukan UMKM untuk meredam dampak virus Corona. Hasil yang diperoleh bahwa mereka yang masih bisa bertahan mencoba untuk beralih ke usaha online. Sebab di masa pandemi COVID-19, pergerakan masyarakat amat terbatas.
Lalu ada pula yang melakukan diversifikasi produk dengan membuat barang-barang yang saat ini sedang dibutuhkan. Namun tidak semua pelaku UMKM berhasil banting setir.
"Hasil survei juga bilang hanya 1 dari 5 perusahaan berhasil melakukan diversifikasi produk sehingga perubahan produk yang dibuat oleh UMKM itu tidak mudah, sangat sulit, hanya 1 dari 5 perusahaan yang berhasil. Itu pun mereka merespon kebutuhan baru seperti kebutuhan masker, hand sanitizer, dan sebagainya," jelasnya.
Dia juga menjelaskan bahwa ada beberapa aksi mitigasi yang akan dan sudah dilakukan pelaku UMKM dalam menyikapi kondisi pandemi COVID-19.
"Di sini terlihat aksi mereka terbanyak sebesar 58% mengurangi produksi atau jasa, 40% negosiasi dengan karyawannya agar karyawannya dapat menerima bilamana ada pengurangan jam kerja, pengaturan aturan kerja yang baru dan sebagainya," tambahnya.
Baca juga: 70% UMKM Mati Suri Gara-gara Dihantam Corona |
(toy/eds)