Dari tindakan pengamanan perdagangan atau trade remedies tersebut, WTO juga mencatat negara-negara yang paling sering menuduh Indonesia melakukan dumping atau menjual produk dengan harga lebih murah dari normalnya, mengekspor produk yang sudah diberikan subsidi dari pemerintah, dan juga mengekspor dalam jumlah yang sangat besar terhadap suatu negara.
Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Srie Agustina mengatakan, negara-negara tersebut antara lain India, Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE), ASEAN, dan Australia.
"Negara-negara yang paling sering menuduh Indonesia dengan instrumen trade remedies ini tercatat adalah India sebanyak 54 kasus, AS 37 kasus, UE 37 kasus, ASEAN 34 Kasus, dan Australia 28 kasus," kata Srie dalam webinar Kemendag, Senin (8/6/2020).
Dari kasus tersebut, produk-produk Indonesia yang paling sering jadi sasaran tuduhan dumping, subsidi, dan safeguard di antaranya baja, tekstil, kayu, produk kimia dan mineral.
"Kempok produk Indonesia yang paling rentan mengalami tuduhan selama ini adalah produk baja 63 kasus, tekstil 55 kasus, kayu 52 kasus, produk kimia 50 kasus, mineral 37 kasus," papar Srie.
Sejak berdirinya WTO tepatnya 1995 hingga tahun 2019, Indonesia menduduki peringkat ke-8 di dunia sebagai negara yang paling sering dikenai BMAD. Dari 212 penyelidikan, 66% atau 140 kasus berakhir dengan pengenaan BMAD. Sehingga, tuduhan dumping yang berhasil dipatahkan hanyalah 34%.
Lalu, Indonesia menempati peringkat ke-4 di dunia sebagai negara yang paling sering menjadi objek tuduhan subsidi. Akhirnya, Indonesia menjadi negara ke-7 di dunia yang paling sering dikenai BMI.
"Kita harus waspada karena tuduhan subsidi melibatkan pemerintah yang dianggap memberikan subsidi secara tidak sah kepada pelaku ekspor, sehingga produk ekspor yang bersaing di pasar dunia dijual dengan harga murah yang tidak wajar dan mendistorsi harga pasar," imbuh Srie.
Sementara untuk tuduhan safeguard, WTO menilai Indonesia cukup aktif menggunakan instrumen safeguar dengan menduduki peringkat ke-2 sebagai negara yang paling sering menyelidiki dan mengenakan BMTP setelah India.
"Inisiasi penyelidikan safeguard tersebut sekitar 59% bermuara pada pengenaan BMTP atau bea masuk safeguard," pungkasnya.
(dna/dna)