"Sudah disesuaikan sekitar 30 - 40% hanya untuk jenis kereta komersial jarak jauh," ujar VP Public Relations KAI Joni Martinus kepada detikcom, Selasa (16/6/2020).
Alasannya tentu terimbas dari kebijakan yang membatasi kapasitas penumpang yang hanya boleh mengangkut 70% dari tempat duduk yang tersedia.
Sebagaimana diketahui, pembatasan penumpang bertujuan untuk menjaga jarak antar penumpang selama dalam perjalanan dan mencegah penyebaran COVID-19.
"Menyesuaikan dengan adanya pembatasan kapasitas angkut yang maksimal hanya diperbolehkan 70% pada kereta api jarak jauh," sambungnya.
Di sisi lain, menurut Pengamat Perkotaan dan Transportasi Yayat Supriatna kebijakan penyesuian tarif ini sangat lumrah dilakukan oleh sebuah perusahaan transportasi. Menaikkan tarif perjalanan dianggap sebagai pilihan satu-satunya bagi perusahaan transportasi bertahan di tengah pandemi ini.
"Mau tidak mau rata-rata operator baik penerbangan, kapal laut, darat, bus maupun kereta api, itu kalau ada pembatasan jumlah penumpang yang harus diangkut mau tidak mau mereka harus menaikkan tarif," kata Yayat kepada detikcom.
Lalu, kenapa menaikkan tarif harus menjadi pilihan yang diambil pihak operator transportasi di tengah pandemi ini?
Menurut Yayat, dengan diizinkannya kembali transportasi mengangkut penumpang seperti sedia kala artinya ada biaya operasional yang dikeluarkan selama beroperasi. Apalagi selama new normal ini, perusahaan harus menambah pengeluaran operasional mereka demi menjalankan protokol kesehatan. Namun, jumlah penumpangnya dibatasi.
"Biaya operasional yang dikeluarkan itu semakin bertambah, bertambahnya di mana? Karena harus memasukkan protokol kesehatan, ada biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk pengaturan penumpang, penyediaan handsanitizer, pemeliharaan gerbong yang harus rutin disemprot dengan disinfektan, jadi biaya-biaya itu akan menambah biaya operasional yang selama ini belum pernah dimasukkan ke komponen biaya operasional," terangnya.
Alasan lainnya terkait pembatasan penumpang itu sendiri. Pembatasannya 70% dari kursi yang tersedia sebenarnya telah terhitung rugi bagi KAI.
"70% itu sudah terhitung rugi sebenarnya, kalau 100% mungkin masih bisa tertutup, tidak ada kursi yang mubazir, ini kan mau tidak mau ada kursi yang harus dikosongkan, penumpang yang dibatasi jumlahnya, jadi ketika tiketnya tidak naik, biaya operasionalnya bertambah, dan pendapatan dari kereta api itu harus berkurang maka ini mau tidak mau harus disesuaikan," tandasnya.
(dna/dna)