Dalam periode Januari-Mei 2020, Indonesia menerima 10 tuduhan anti dumping dan 6 peringatan pengenaan safeguard dari 9 negara seperti Amerika Serikat (AS), India, Uni Eropa (UE), Filipina, Australia, Turki, dan sebagainya. Tuduhan tersebut diperuntukkan atas ekspor monosodium glutamat (MSG/mecin), baja, alumunium, produk kayu, benang tekstil, bahan kimia, matras kasur, dan produk otomotif.
Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani, salah satu penyebab negara-negara tersebut 'menyerang' Indonesia ialah stimulus ekspor yang diberikan pemerintah selama pandemi virus Corona (COVID-19). Namun, Shinta berpendapat stimulus ekspor juga diberlakukan oleh pemerintah di negara-negara lain yang tujuannya hanya sementara selama pandemi Corona.
Merespons pendapat itu, Ketua Komite Anti Dumping Indonesia Bachrul Chairi mengatakan, stimulus ekspor yang diberikan pemerintah kepada dunia usaha selama pandemi Corona ini diberikan kepada seluruh industri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kan apa yang diberikan keseluruhan industri di Indonesia, semuanya, pajaknya ditangguhkan, seluruhnya. Bukan cuma industri garmen, dan lain-lain, seluruhnya," jelas Bachrul kepada detikcom, Rabu (17/6/2020).
Oleh sebab itu, menurut Bachrul stimulus ini tak bisa dijadikan latar belakang bagi negara penuduh untuk mengirimkan tuduhan anti dumping maupun tuduhan lainnya seperti pemberian subsidi.
"Maka hal itu tidak dianggap sebagai bagian yang bisa dituduhkan untuk anti subsidi. Kalau pun anti dumping ya harus dibuktikan dulu hitungannya," tegasnya.
Bachrul menilai, tuduhan-tuduhan tersebut di tengah pandemi Corona ini sebagai bentuk hambatan yang sengaja diberikan negara penuduh terhadap produk ekspor Indonesia.
"Di situasi pandemi ini maka alat trade remedies ini dijadikan sebagai hambatan-hambatan baru. Jadi mereka (negara penuduh) kreatiff menggunakan alat ini untuk menghambat. Nah ini yang harus kita tengarai," urainya.