Jakarta -
Utang negara tak hentinya jadi sorotan. Hingga kini, utang pemerintah mencapai Rp 5.258,57 triliun per akhir Mei 2020, atau naik Rp 86,09 triliun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp 5.172,48 triliun.
Jika dibandingkan pada periode yang sama tahun 2019, maka utang pemerintah naik Rp 686,68 triliun dari Rp 4.571,89 triliun. Data ini dikutip dari APBN KiTa edisi Juni 2020.
Menanggapi hal ini, beberapa ekonom senior pun memberikan saran untuk pemerintah dalam mengurangi utang. Dalam diskusi publik The Magnificent Seven yang disiarkan di YouTube, mereka memaparkan sarannya.
1. Berani Negosiasi
Saran yang pertama, utang bisa dikurangi dengan cara berani bernegosiasi dengan negara pemberi utang. Contohnya seperti yang dilakukan ekonom senior Rizal Ramli saat dirinya masih menjadi Menteri Keuangan zaman Presiden Abdurahman Wahid.
Rizal bercerita dirinya pernah bernegosiasi dengan Jerman untuk mengurangi utang. Utang dipotong, kemudian diganti dengan penyediaan lahan untuk konservasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jerman kritik terus, Indonesia rusak lingkungan hidup rusak paru-paru dunia, kita ketemu sama Menkeu Jerman kita win-win deh, jangan gitu dah. Kenapa nggak lakukan ini? Kamu potong hutang US$600 juta, kedua kita sediakan 300 ribu hektar di Kalimantan buat konservasi. Kita lakukan 4 tahap, dia setuju," kisah Rizal dalam diskusi publik The Magnificent Seven yang disiarkan di YouTube, Senin (29/6/2020).
"Dia potong hutang kita, kita sediakan 300 ribu konservasi sayangnya Gus Dur (Abdurrahman Wahid) jatuh, kita nggak bisa lanjutkan," ujarnya.
Rizal menyarankan pemerintah bisa melobi beberapa negara untuk melakukan negosiasi utang macam yang dia lakukan. Dia yakin dengan cara begitu, utang sejumlah US$ 20 miliar bisa dipotong.
"Kalau pemerintahnya jagoan, harusnya bisa lobi sama Presiden Perdana Menteri Kanada, Presiden Perancis, sama petinggi negara Eropa. Saya yakin bisa dapat potongan lebih dari sekitar US$ 20 miliar, kita konservasi tanah hutan dan sebagainya, kalau kreatif dan inovatif banyak ini bisa kurang hutang," papar Rizal.
2. Mengurangi Bunga Utang
Kemudian, ekonom senior lainnya Dradjad Wibowo mengatakan bahwa yield atau bunga yang ditawarkan Indonesia untuk berutang terlalu besar. Dia menilai harusnya bunga yang ditawarkan seminim mungkin.
Dradjad pun membandingkan tawaran yield utang Indonesia dengan Filipina. Dia menjabarkan yield utang Filipina lebih rendah 1,4%.
"Biaya utang kita itu mahal, ini terjadi barusan pada tanggal 28 April 2020 Bendahara Nasional Filipina umumkan dia baru saja terbitkan dana obligasi dolar pemerintah US$ 2,35 miliar, komposisinya US$ 1 miliar 10 tahun, sisanya 25 tahun. Kita fokus yang 1 tahun saja, itu kuponnya hanya 2,457% kurang dari 2,5%," ungkap Dradjad.
"Bandingkan dengan yang baru diterbitkan pemerintah beberapa hari sebelumnya, tenor 10,5 tahun yield-nya 3,9%. Indonesia 3,9%, Filipina di bawah 2,5%. Jadi kita 1,4% lebih mahal," lanjutnya.
3. Gunakan Intelijen dan Teknologi
Dradjad juga mengatakan, untuk berhenti berutang, pemerintah disarankan untuk menaikkan pajak dan penerimaan penerimaan negara. Memang akan sulit di masa pandemi seperti ini, tapi menurutnya masih banyak sumber pajak yang belum tergali.
Dia menyebutkan salah satu caranya adalah dengan melibatkan intelijen dan teknologi untuk menelusuri pajak yang belum dibayarkan. Dia bercerita pernah melakukan hal itu di Badan Intelijen Negara dan berhasil menarik pajak Rp 400 miliar dalam 30 menit.
"Sebenarnya di tengah ini adalagi, yaitu dengan usahakan sumber penerimaan tidak tergali, saya lakukan ketika memimpin satu unit di BIN. Kita lakukan operasi intelijen kita gunakan teknologi. Cuma saya nggak bisa detil karena kode etik, tapi kita temukan sumber yang nggak bisa digali waktu itu, dalam 30 menit itu orang berkomitmen bayar Rp 400 miliar," kisah Dradjad.
Dia menyatakan masih banyak cara kreatif lainnya untuk menekan bertambahnya utang negara. Dengan teknologi dan intelijen saja, menurutnya bisa menarik ratusan triliun pemasukan negara yang sebelumnya belum bisa diambil.
"Yang mau saya katakan bahwa banyak langkah non konvensional termasuk kegiatan intelijen dan teknologi untuk tambahkan dana stabilitas fiskal. Saya nggak katakan itu solusi 100%, tapi kalau hasilkan beberapa ratus triliun itu optimis di situ tinggal diidentifikasi aja," ujar Dradja.