Isu tentang reshuffle terus bergulir liar sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) geram dengan kinerja para menteri yang belum 'extraordinary'. Bahkan saat ini mulai beredar daftar nama-nama menteri hasil reshuffle.
Jika benar Jokowi jadi merombak susunan kabinetnya, lalu kementerian apa di sektor ekonomi yang paling mendesak untuk dirombak?
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah menilai hampir semua kementerian di sektor ekonomi patut dirombak, kecuali Kementerian Keuangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hampir semua. Kemarahan Pak Jokowi adalah cerminan kemarahan kita semua, dan itu tidak hanya pada satu kementerian, hampir semua. Kecuali Kemenkeu yang saya tahu persis Bu SMI (Sri Mulyani Indrawati) dan jajarannya kerja keras luar biasa menangani COVID-19," ujarnya kepada detikcom, Kamis (2/7/2020).
Menurutnya, dalam kondisi pandemi dan dibayangi resesi memang sosok menteri yang berani mengambil tindakan diperlukan perombakan. Oleh karena itu Piter menilai reshuffle dibutuhkan saat ini.
Pengamat ekonomi Institute Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira juga menilai hal yang sama. Seluruh menteri di sektor ekonomi layak untuk di-reshuffle terutama Menteri Koordinator bidang Perekonomian selaku ketuanya.
"Menteri yang layak di-reshuffle adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sebagai dirigen utama stimulus ekonomi dianggap gagal mempercepat realisasi stimulus di bidang dunia usaha dan UMKM. Ini sudah underperformance karena realisasi stimulus dunia usaha baru 6,8% dan khusus UMKM 1% pun belum sampai. Sebaiknya posisi menko yang strategis di isi oleh profesional bukan ketua partai politik. Kerja Menko masih standar karena belum mampu membuat birokrasi kementerian teknis di bawahnya kerja ekstra. Perlu sosok yang tegas agar eksekusi stimulus dipercepat," terangnya.
Namun Bhima sedikit berbeda dan menilai Kementerian Keuangan juga perlu di-reshuffle. Dia menilai Sri Mulyani belum belum mampu menjaga agar pembiayaan utang dikelola secara lebih baik. Padahal rasio utang terus naik, di saat yang sama beban pembayaran bunga utang menggerus belanja.
"Sebelum pandemi saja beban pembayaran bunga utang sudah gerus 17% dari total belanja pemerintah. Harusnya dicari sumber alternatif seperti pembubaran lembaga atau kementerian yang tidak produktif sebelum ada penerbitan utang baru. Realokasi anggaran di internal belum optimal sudah buru buru tambah utang," tambah Bhima.
Dia juga menilai Menteri Ketenagakerjaan cukup gagal dalam mengatasi lonjakan PHK. Bahkan penunjukan PMO kartu pra kerja di bawah Kemenko Perekonomian menunjukkan peran Menteri Ketenagakerjaan sangat minim dan tidak memiliki kewenangan. Selain itu dia juga menilai Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian juga perlu di-reshuffle.
(zlf/zul)