Penyaluran bantuan sosial (bansos) masih menyisakan pekerjaan rumah alias PR yang harus dibereskan. Apalagi di tengah pandemi COVID-19, yang mana banyak warga miskin membutuhkan jaring pengaman sosial (social safety net).
Tak jarang yang mengeluhkan bila bantuan sosial ini salah sasaran. Mereka yang seharusnya tidak berhak malah menjadi sasaran penerima, sedangkan yang berhak malah tidak mendapatkan kiriman bantuan.
PR tersebut pun diakui Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa. Dia membeberkan permasalahan penyaluran bansos di lapangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mencontohkan pejabat eselon I di Bappenas ada yang masuk daftar penerima bansos.
"Di kantor saya eselon I dapat, bayangkan gitu, karena mungkin yang dipakai data yang lama. Bukan Kementerian Sosial yang salah, bukan dia (penerima) juga yang salah. Waktu pemutakhiran tahun berapa diambil dan diambil di KK-nya itu untuk Jakarta, kan aneh bin ajaib," kata dia dalam rapat kerja gabungan dengan Komisi VIII di Gedung DPR RI, Rabu (1/7/2020).
Lebih lanjut Suharso mengatakan ada juga orang kaya di Jakarta yang 'dipaksa' menerima bansos karena permasalahan data tersebut.
Pada kesempatan itu, Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto pun menjelaskan banyak kabupaten/kota yang tidak memperbaharui data kemiskinan sehingga bantuan sosial yang dikucurkan pemerintah tak tepat sasaran.
"Faktanya ini sampai hari ini baru 103 kabupaten/kota. Ini juga pesan buat Mendagri, baru 103 kabupaten/kota yang aktif update data kemiskinan. Bayangkan itu, artinya ada 411 kabupaten/kota yang tidak sama sekali update data kemiskinan," kata dia.
Kembali ke Suharso, dia mengatakan, pemerintah pusat tidak bisa sendirian memperbaiki data kemiskinan di daerah. Butuh kontribusi dari kepala daerah untuk perbaikan data tersebut.
"Jadi ini problem kita yang memang mau tidak mau daerah harus mampu memberikan kontribusinya dalam hal datanya," tambah dia.
(toy/fdl)