Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman berbincang lewat sambungan telepon.
Keduanya berbincang terkait perjuangan melawan pandemi virus Corona (COVID-19) dan upaya membangkitkan kembali ekonomi global.
Demikian laporan Gedung Putih yang dikutip dari Reuters, Jumat (24/7/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua pimpinan itu juga membahas masalah-masalah regional dan bilateral masing-masing negara. Selain itu, sang pangeran juga menegaskan kembali soal kemitraan pertahanan AS-Saudi yang selama ini sudah dibangun dengan kuat.
Sejak dihantam pandemi COVID-19, ekonomi global rata-rata anjlok hingga minus dibanding pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya. Terutama ekonomi AS, jumlah pengangguran melonjak pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya serta pengeluaran konsumen menghilang dan produk domestik bruto (PDB) AS pun runtuh.
Tren ekonomi AS yang mengerikan ini tentu menjadi malapetaka bagi Trump. Trump diprediksi akan kalah telak dalam pemilihan presiden (Pilpres) pada November mendatang.
Diperkirakan Trump kalah secara besar-besaran, hanya meraih 35% suara rakyat dan itu akan menjadi kinerja terburuk bagi seorang presiden dalam satu abad. Perkiraan itu berbanding terbalik dari prediksi model pra-krisis bahwa Trump akan memenangkan sekitar 55% suara.
"Butuh keajaiban ekonomi untuk mendukung Trump. Ekonomi akan menjadi penghalang yang hampir tidak dapat diatasi untuk Trump pada November mendatang," tulis Oxford Economics dalam laporan itu dilansir CNN, Jumat (22/5/2020).
Model itu sebelumnya dengan tepat memprediksi pemilihan umum di setiap pemilihan sejak 1948 selain 1968 dan 1976. Meskipun dua kandidat kalah dalam pemilihan umum tetapi memenangkan kursi kepresidenan dalam rentang itu, termasuk George W. Bush pada tahun 2000 dan Donald Trump pada tahun 2016.
Model pemilihan nasional mengasumsikan ekonomi masih dalam kondisi buruk dengan pengangguran di atas 13%, pendapatan per kapita riil turun hampir 6% dari tahun lalu, dan periode singkat dari penurunan harga atau deflasi.
"Ekonomi masih akan berada dalam kondisi yang lebih buruk daripada era The Great Depression," bunyi laporan Oxford Economics.
(ara/ara)