Belajar dari Kasus Jouska, Ini Tips Pilih Perencana Keuangan yang Tepat

Belajar dari Kasus Jouska, Ini Tips Pilih Perencana Keuangan yang Tepat

Vadhia Lidyana - detikFinance
Senin, 27 Jul 2020 14:38 WIB
ilustrasi investasi
Ilustrasi/Foto: iStock
Jakarta -

Kasus investasi 'bodong' yang mengakibatkan kerugian sejumlah klien dari PT Jouska Finansial Indonesia (Jouska ID) cukup menggemparkan Tanah Air. Keraguan akan perencana keuangan pun mulai muncul.

Perencana keuangan independen Safir Senduk mengaku, sejak kasus Jouska gempar, banyak kliennya mempertanyakan keabsahan layanannya. Tak sedikit yang menyamaratakan perencana keuangan lain dengan Jouska.

"Banyak masyarakat yang menyamaratakan semua financial planner pasti pegang uang. Di sini saya bantah tidak," tegas Safir ketika dihubungi detikcom, Senin (27/7/2020).

Ia mengatakan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum memilih perencana keuangan. Salah satunya yakni mencari informasi apakah perencana keuangan tersebut independen atau tidak.

"Saya sudah sering memperingatkan di sosial media, sudah lama sejak 1,5 tahun terakhir. Saya sudah sering mengingatkan jangan datang ke financial planner yang tidak independen," tegas Safir.

Dalam hal ini, ia tak ingin kasus investasi 'bodong' yang dilakukan Jouska melalui dua mitranya yakni perusahaan manajer investasi (MI) PT Mahesa Strategis Indonesia dan PT Amarta Investa. Bahkan, Satgas Waspada Investasi (SWI) pun sudah menyatakan kedua mitra Jouska tersebut tak punya izin sebagai MI dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Jangan datang ke financial planner yang hanya karena sensasinya di sosial media. Sudah saya peringatkan sejak dulu bahwa kalau dia tidak independen itu sangat berbahaya. Saran-sarannya itu bias. Berarti account sosial medianya tidak jauh-jauh dari account jualan. Walaupun account sosial media suka memberikan tips, kalau dia sudah tidak independen itu berarti akunnya hanya untuk jualan saja. Sama seperti pemilik toko di Instagram, itu account jualan, bukan tips lagi." papar dia.


Selain itu, perhatikan tips-tips atau saran yang diberikan perencana keuangan tersebut, terutama yang diterbitkan lewat sosial media. Jika tips-tips yang diberikan menebarkan ketakutan, besar kemungkinan perencana keuangan itu berupaya merujuk pada satu produk.

"Kalau financial planner itu suka menyebarkan ketakutan di sosial media besar kemungkinan dia tidak independen. Karena dia pasti sangat pro pada produk tertentu, dan tidak pro di produk yang lain," imbuh dia.

Safir menilai, selama ini Jouska kerap kali menjunjung tinggi satu produk investasi, yakni saham. Ia pun tak heran mengapa hal itu dilakukan dengan terungkapnya kasus ini.

"Saya dulu sempat curiga, kok dia ini menjunjung tinggi saham melulu. Reksa dananya dijelek-jelekkan, emas juga dijelek-jelekkan terus sama dia. Ternyata dia memang ya ke saham. Jadi pemilihan sahamnya pun sebagai seorang MI, tapi kalau MI lihat, pemilihan sahamnya itu ditertawakan. Kenapa? Karena saham yang dipilih ya saham seperti itu," tutur Safir.



Ia mengatakan, pada umumnya perencana keuangan tak akan menyarankan kliennya membeli saham hanya untuk dijual kembali (trading). Menurutnya, perencana keuangan selalu berupaya menciptakan mindset klien sebagai pebisnis, yakni fokus pada pembagian dividen.

"Kami nggak pernah menyarankan beli saham itu trading. Selalu belinya itu harapkan dividen, bukan trading. Nah ini dia belinya saham gorengan which is itu trading. Padahal kita menyarankan kalau beli saham itu fokus kepada dividen, kita betul-betul mindset-nya sebagai pemilik bisnis," ucapnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Pertimbangkan Ini Sebelum Investasi, Termasuk Pajak! "
[Gambas:Video 20detik]
(eds/eds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads