Serapan Anggaran Corona Lambat, Ancaman Resesi Kian Nyata

ADVERTISEMENT

Serapan Anggaran Corona Lambat, Ancaman Resesi Kian Nyata

Vadhia Lidyana - detikFinance
Selasa, 28 Jul 2020 14:01 WIB
Poster
Ilustrasi/Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Pengamat ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad memperingatkan ancaman resesi di Indonesia yang semakin nyata.

"Apakah Indonesia juga akan mengalami resesi? Dari berbagai situasi kondisi perhitungan yang kita lakukan, kita memperkirakan akan masuk ke laju resesi yang cukup dalam. Kami memperkirakan -4% di triwulan II-2020, dan di triwulan III-2020 kita perkirakan -1,3% sampai -1,75%," kata Tauhid dalam webinar KTT Indef, Selasa (28/7/2020).

Menurut Tauhid, proyeksi resesi itu bergantung pada asumsi realisasi penyerapan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang anggarannya mencapai Rp 695,2 triliun. Saat ini serapannya hingga awal kuartal III-2020 masih di bawah 30%. Oleh sebab itu, menurutnya ancaman resesi menjadi nyata.

"Kemarin per 27 Juli penyerapan anggaran PEN masih sekitar 19%. Ini masih jauh dari harapan. Saya kira ini agak berat kalau (mengejar penyerapan PEN) di triwulan III dan IV. Kita ini berkejaran waktu dan sangat tergantung pada PEN. Pada 16 Juni 2020 penyerapan hanya 10,3%, dan 27 Juli hanya 19%," ungkap Tauhid.

Apalagi melihat penyerapan PEN dalam program pembiayaan korporasi atau terhadap BUMN dengan anggaran Rp 53,57 triliun yang masih 0%.

"Di antara program-program PEN yang menjadi pertanyaan adalah pembiayaan korporasi, dalam hal ini untuk BUMN. Mungkin BUMN sudah melakukan banyak hal, katakanlah insentif untuk UMKM. Tapi BUMN-nya sendiri tidak mendapatkan kompensasi dari apa yang sudah dilakukan yakni dari realisasi pembiayaan korporasi masih 0%," jelas dia.

Selain itu, Tauhid juga mengingatkan sisi permintaan harus diperbaiki. Menurutnya, jika pemerintah hanya fokus pada sisi pasokan atau supply side, maka percuma saja. Oleh sebab itu, dalam perbaikan daya beli ini pemerintah perlu mengejar realisasi program jaringan pengamanan sosial atau bantuan sosial (bansos).

"Dalam situasi resesi jaringan pengamanan sosial dan mendorong demand ini sangat penting. Pencapaian 38% kami lihat masih jauh dari yang diharapkan. Jika demand tidak terbentuk, yang lain juga tidak terlalu bisa mendorong. Meskipun insentif usaha diberikan, likuiditas diberikan, bantuan UMKM, koperasi dan sektoral. Jika demand tidak terbentuk ini akan jadi problem," terang Tauhid.

Menurutnya, penyerapan PEN untuk mendongkrak ekonomi ini seharusnya dikejar pada kuartal II-2020 yang akan berakhir di bulan Juli ini. Pasalnya, siklus ekonomi tertinggi ini terjadi di kuartal II-2020. Menurut Tauhid, pemerintah sudah kehilangan momentum dalam mengejar penyerapan PEN yang mengakibatkan ancaman resesi semakin nyata.

"Kalau dilihat siklus puncaknya rata-rata di atas 4% terlihat di triwulan I dan II-2020. Maka sesungguhnya itu puncak pertumbuhan ekonomi kita. Jadi kalau pertumbuhan ekonomi di triwulan I dan II-2020 kita minus, maka kalau kita lihat siklus di triwulan II dan III-2020 akan turun. Nah ini artinya bahwa kita akan kehilangan momentum di triwulan II-2020 bahwa seharusnya program PEN bisa jor-joran, besar-besaran," tandas dia.



Simak Video "Populasi Menurun dalam 60 Tahun, Generasi Muda China Enggan Berkeluarga"
[Gambas:Video 20detik]
(eds/eds)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT