Bahlil Buka Alasan Tak Gaet Swasta Bangun Kawasan Industri Batang

Bahlil Buka Alasan Tak Gaet Swasta Bangun Kawasan Industri Batang

Vadhia Lidyana - detikFinance
Kamis, 30 Jul 2020 18:15 WIB
Bahlil Lahadalia
Foto: Soraya Novika
Jakarta -

Pemerintah sedang menyiapkan pembangunan Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang, Jawa Tengah. Proyek ini merupakan kerja sama pemerintah dengan beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sehingga, pengusaha swasta tak ikut berkontribusi dalam proyek ini.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia membeberkan alasan pemerintah hanya menggaet BUMN dalam proyek ini. Alasan utama yakni terkait penetapan harga tanah ketika nantinya ada investor yang hendak membangun pabrik di kawasan tersebut.

Bahlil mengatakan, jika swasta yang membangun, maka dikhawatirkan harga tanahnya akan mengikuti perkembangan pasar dan memberatkan investor.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau kawasan industri dikelola oleh swasta dan dibeli oleh swasta, pemerintah susah melakukan penetrasi secara hukum tentang harga. Kenapa? Karena itu harga pasar yang mereka siapkan sendiri. Apalagi tidak ada support pemerintah terhadap infrastrukturnya," kata Bahlil dalam program Indonesia Bicara yang ditayangkan melalui Youtube Media Indonesia, Kamis (30/7/2020).

Bahlil menegaskan, tak ada kesalahan jika pengusaha swasta ingin mengembangkan kawasan industri dan mematok harga tanah dengan mengikuti pasar. Namun, ia khawatir banyak investor yang beralih menanamkan modal di negara lain yang harga tanahnya jauh lebih murah.

ADVERTISEMENT

"Itu nggak salah. Kalau ditanya mereka nggak salah, nggak. Cuman memang secara persaingan kita dengan negara lain, investor negara lain akan memilih kepada harga tanahnya yang lebih murah," ungkap Bahlil.

Di luar itu, Bahlil mengatakan dalam Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang sedang dibahas DPR RI, pemerintah juga mereformasi regulasi harga tanah untuk kawasan industri, kawasan ekonomi khusus (KEK), dan Proyek Strategis Nasional (PSN) agar lebih ramah bagi investor.

"Makanya di dalam UU Omnibus Law ini juga ada pengadaan lahan untuk kawasan ekonomi khusus (KEK), Proyek Strategis Nasional (PSN), itu kalau dibutuhkan yang diusulkan oleh BUMD, BUMN, pemda, pemerintah pusat, itu akan diambil dengan harga yang murah dan proporsional. Agar itu bisa dijual dalam konteks dipasarkan untuk investor yang datang," urainya.

Sebelumnya, Bahlil pernah membeberkan harga tanah di Indonesia sangat mahal sehingga menjadi salah satu biang kerok yang menyebabkan investor ogah menanamkan modalnya di Indonesia. Mereka lari ke Vietnam karena mendapatkan harga yang lebih murah.

"Selalu orang mengatakan bahwa Vietnam itu lebih baik dalam konteks tanah, betul. Harga tanah di Indonesia ini untuk di kawasan industri bisa sampai Rp 3 juta-Rp 4 juta," kata Bahlil dalam acara DBS Asian Insights Conference 2020 di saluran YouTube DBS Indonesia, Kamis (16/7/2020).

Dirinya pun menyindir penyedia kawasan industri dengan sebutan kawasan industri tanah. Sebab mereka belum apa-apa sudah mencari untung secara tak wajar dari harga tanah.

"Dalam anekdot yang saya buat ini bukan kawasan industri tapi ini kawasan industri tanah karena belum-belum sudah cari untung paling banyak di sana (harga tanah)," sebutnya.



Simak Video "Video: Sandiaga Uno dan UMA Siap Investasi USD 300 Juta untuk Industri Film RI"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads